Skip to main content

Versi Asli (dan Kontroversial) dari 5 Dongeng Klasik Dunia

http://theposkamling.com/versi-asli-dan-kontroversial-dari-5-dongeng-klasik-dunia/

Apa yang pertama kali terlintas di pikiran ketika mendengar kata fairy tale?
Disney? Happily ever after? Fairy Godmother? Prince Charming?
Kalau hanya ini yang terlintas di kepala kalian, please, sisihkan 10 menit saja dari sisa hidupmu untuk membaca artikel ini.
Dongeng  saat ini lebih populer sebagai alat untuk memberi  pesan moral pada perempuan bahwa pangeran tampan berkuda putih akan datang dan memberimu hidup bahagia, asal kamu  sabar menghadapi cobaan hidup. Tapi versi yang lebih kuno dari banyak dongeng populer  memiliki plot yang berbeda dengan yang ada saat ini. Dongeng zaman lawas ini dijadikan sarana cuci otak anak-anak agar mereka patuh pada orang tuanya, gak sembarangan main ke hutan, gak gampang percaya sama orang asing, dan lain-lain.
Tapi setelah dipikir-pikir, dongeng zaman baheula itu bukan sekedar  ajang cuci otak, tapi juga alat untuk bikin trauma anak-anak dan seharusnya hanya bisa beredar dengan cap seperti ini:
dan ironisnya orang tualah penyebar utamanya
Oke, jadi ini dia hitung mundur lima versi kontroversial dongeng populer saat ini , mulai dari peringkat lima hingga peringkat WTF, ARE YOU F%$#@*G KIDDING ME???

5. Goldilocks & Three Bears

Once Upon a Time, there was a little girl with long golden curly hair. Her name was Goldilocks..
Si gadis cilik Goldilocks selalu dilarang ibunya masuk hutan, tapi suatu hari ia berhasil lepas dari pengawasan ibunya, masuk hutan.. dan tersesat. Dalam hutan si Goldilocks yang kelaperan menemukan sebuah pondok dengan 3 mangkok bubur, 3 kursi, dan 3 tempat tidur yang dicobanya  satu per satu, dan ahirnya ia tertidur di tempat tidur termungil. Si pemilik rumah, yaitu Papa Beruang, Mama Beruang, dan si Beruang Kecil menemukan Goldilocks ketika pulang. Goldilocks yang kaget kemudian terbangun, ketakutan, lalu kabur meninggalkan rumah itu. I’m not sure about the ‘happily ever after’ ending, tapi yang jelas Goldilocks ga pernah lagi main-main di hutan.
Dan kemungkinan terkena semacam phobia beruang
But Wait! Do You know that… in earlier version of Three Bears, the’Goldilocks’ is not pretty little girl, but an old hag? Awalnya, dongeng Three Bears merupakan sebuah cerita yang dikisahkan secara lisan dari generasi ke generasi, dimana tokoh ‘Goldilocks ‘  merupakan seekor rubah. Cerita ini diabadikan secara tertulis pertama kali oleh Nyonya Eleanor Mure pada 1831  yang hendak memberikannya sebagai kado untuk ponakannya, dan oleh Robert Southey pada 1837.  Meskipun menerbitkan lebih telat, Southey diketahui sudah sering menceritakan dongeng ini secara lisan sejak 1813.
Dalam versi Southey dan Mure,  tokoh ‘Goldilocks’ digambarkan sebagai seorang nenek-nenek jelek, jahat , miskin, kotor… pokoknya semua hal hina dina bersarang di dia. Dan karena si Nenek ini  tidak bernama… kita sebut saja namanya  Bunga.
Bunga. (err... sounds wrong)
Dan seperti hukum dalam  dunia dongeng, si jelek biasanya berhati jahat, dan yang berhati jahat pasti tewas mengenaskan, dan begitulah nasib si Bunga. Dalam versi  Southey, nasibnya memang tidak terlalu jelas, hanya digambarkan kabur lewat jendela dan tidak terlihat lagi. Namun dalam versi Mure, tiga beruang diceritakan menghukum si Bunga, by being impaled.
What’s impalement, you may ask. Well, aku ga begitu yakin terjemahan yang pas untuk ini selain ‘ditusuk dengan pasak hidup-hidup’. Keterangan lebih lanjut, silahkan klik link Wikipedia ini   (I warn you, this is damn disturbing).

4. Snow White

Once Upon a Time, there was a beautiful maiden with lips red as blood, skin white as snow, and hair dark as ebony, named SnowWhite.
Ibu tiri/ratu jahat murka  gara-gara cermin ajaibnya (atau penyakit schizopherenianya?) selalu mengatakan Snow White lebih cantik dari dirinya, dan ia pun berniat membunuh anak ini. Snow White lolos dari upaya pembunuhan pertama dan tinggal bersama tujuh kurcaci  dalam hutan. Namun Sang Ratu sadar kalau Snow White masih hidup, dan ia pun menyamar menjadi nenek-nenek yang menawarkan sebutir apel beracun yang akhirnya dimakan Snow White.
Seorang pangeran yang kebetulan lewat kemudian melihat Snow White yang terlihat seperti mati, dan entah karena alasan apa (necromania mungkin?) kemudian menciumnya. Ajaibnya Snow White membuka mata, mereka saling jatuh cinta dan cerita ini berakhir dengan Live Happily Ever After.
Well, kalau ada yang selama ini beranggapan si Pangeran di dongeng ini mesum karena beraninya nyium perempuan yang lagi mati suri, silahkan minta maap sama dia, karena ciuman ini itu gak pernah ada di dongeng yang dicatat oleh GrimmBersaudara dari tanah Jerman. 
Ada kisah fiksi dalam dongeng fiksi. Kesimpulan: semacam Inception
Sebelum masuk ke perkara bibir ketemu bibir, kita bahas dulu Snow White dari awal cerita..
Nggak seperti versi dalam Disney yang muncul belakangan, pada versi  ini  Snow White diceritakan  baru berumur tujuh tahun  saat si ibu tiri mencoba membunuhnya . Barulah setelah Snow White makan si apel beracun, ia  diceritakan  ‘mati suri’ dalam waktu yang lama , tapi nggak disebutin berapa umurnya waktu dia disadarkan oleh si Pangeran.
Dan…cara Snow White   sadar sama sekali nggak romantis dan ga ada hubungannya dengan aktivitas cium-mencium.
Jadi ceritanya, setelah pangeran ketemu Snow White yang terbaring di peti kacanya, ia terpesona dan meminta izin pada tujuh kurcaci agar boleh membawa tubuh sang putri pulang (hanya Tuhan dan sang Pangeran yang tahu apa maksudnya dia bawa pulang mayat ke istana. Lu kate souvenir?? ). Peti kaca ini dipanggul oleh para pengawalnya, dan di tengah jalan mereka tersandung batu. Saat inilah Snow White memuntahkan si apel beracun dari kerongkongannya.
Bonus: si Ratu Jahat diberi laporan oleh si ‘Mirror-Mirror-Hanging-On-the-Wall’ bahwa ada seorang putri yang lebih cantik darinya akan mengadakan pesta perkawinan. Ia datang kondangan tanpa tahu si penganten adalah Snow White. Ia kemudian mencoba membunuh Snow White, tapi niatnya ketahuan. Ia kemudiana dihukum dengan cara ‘menari’ dengan memakai sepatu besi yang telah dipanaskan hingga merah membara sampai mati.

3. Cinderella

Once Upon a Time, there was a beautiful girl named Cinderella.
Aku gak bakal cerita tentang versi  Cinderella yang sudah populer, karena kalau ada di antara kalian ada yang nggak tahu ceritanya… man, ada yang salah dengan masa kecil kalian.
Btw, do you know that early version of this tale consists of mutilation?
Oke, lagi-lagi ini prolog.
Dongeng yang punya alurnya setipe  dengan Cinderella memiliki akar yang jauh, bahkan hingga ke negeri Cina, karena itu nggak heran banyak banget variasi dari dongeng si Upik Abu ini. Dongeng yang dicatat Grimm Bersaudara (abad 19) dan Charles Perrault (1697), paling mempengaruhi variasi dongeng Cinderella yang muncul belakangan. Disney sendiri lebih memilih aliran Perrault untuk kisah Cinderella-nya yang ikonik itu.
Kenapa versi Perrault yang dipilih dan bukannya Grimm? Tentu saja ini ada alasannya.
Cinderella a.k.a Cendrillion a.k.a Aschenputtel versi Grimm memang sudah berbeda sejak awal cerita, dimana posisi ibu peri digantikan  oleh pohon ajaib yang tumbuh di atas kuburan ibu kandung Cinderella. Namun bagian horor versi ini baru dimulai saat sang Pangeran mencari pemilik sepatu emas yang tercecer dalam pesta semalam suntuk di istana (wild party, eh?).
Cinderella disebutkan memiliki kaki yang mungil, karena itu kaki kedua kakak tirinya tidak muat di  sepatu sial ini. Sebagai catatan, dalam dongeng ini disebutkan mereka berdua mencoba sepatu ini dalam sebuah ruangan, dan hanya ditemani oleh ibu mereka. Saat kakak pertama mengeluh kakinya tak muat, apa jawaban ibunda?
“Potong jarimu barang sebiji, toh kalau jadi ratu nanti kamu gak bakal jalan pakai kaki.”
Yap. Jari dipotong, kaki dimasukkan ke sepatu, dan… si pangeran percaya kalau si kakak tiri pertama adalah Cinderella dan langsung memboyongnya ke istana. Dia baru sadar setelah di tengah jalan dua ekor burung mengatakan bahwa putri yang dibawanya ternyata palsu, dan melihat darah berceceran dari kaki sang kakak tiri.
Prince Charming, we think you need this....
Lalu bagaimana dengan kakak tiri kedua? Cerita berulang sama persis dengan alinea di atas. Yap, si pangeran ketipu dua kali. Kelihatannya si Prince Charming-nya  Cinderella ini memang  tidak terlalu cerdas.
Seriously, Prince? Now we think you need this.
Bonus: apakah hukuman mutilasi untuk si dua kakak tiri masih kurang? Tenang,  pada akhir cerita (tepat sebelum template happily ever after disalin), disebutkan bahwa dalam upacara pernikahan Cinderella, sekawanan burung merpati mengamuk dan mematuk mata kedua kakak tiri hingga mereka jadi buta.
Run Grandma, RUNNN!!

2. Sleeping Beauty

Once Upon a Time…there was a beautiful princess, who’s been cursed by a witch.
Si Putri dikutuk akan tewas dengan jarum pemintal benang. Namun seorang peri melemahkan kutukan itu, dan mengatakan si Putri hanya akan tertidur saja. Saat si Putri beranjak dewasa, kutukan si penyihir menjadi kenyataan, ia tertusuk jarum pemintal benang dan kemudian tertidur lelap seperti mati. Kutukan ini kemudian dipatahkan oleh ciuman seorang pangeran.
Hmmm… do you know that the legendary kiss in  this fairytale is actually nonexistent too?
Jadi, dengan apa si pangeran ini membangunkan Sleeping Beauty? Jawabannya adalah: si pangeran memang tidak pernah bisa membangunkan Sleeping Beauty. Lho?
Oke. Sebelum mengungkap rahasia di balik dongeng ini, ada baiknya kita masuk ke kata pengatar lagi :D
Dongeng Sleeping Beauty yang dikenal sekarang banyak bersumber dari  ‘The Beauty Sleeping in The Wood’-nya Perrault dan ‘Briar Rose’-nya Grimm.
Namun kedua  dongeng ini berakar dari cerita  Sole, Luna, e Talia yang ditulis oleh Giambattista Basile di abad ke 17.
Kedua cerita ini secara garis besar sama, namun si Talia bukan tertusuk jarum, melainkan jarinya terlilit benang, Bagian yang aneh mulai terjadi setelah seorang Raja dari negeri Far Far Away gak sengaja mendatangi tempat si Talia disemayamkan. Melihat Talia yang molek sedang terlelap tidak berdaya, sang Raja… tidak dapat menahan libidonya.
Pictured: Sleep Assault
Yes, the King rapes this girl when she’s asleep. Dan ga hanya itu, si Raja menganggap kalo peristiwa ini cuma semacam one night stand belaka dan langsung balik berkuda ke istananya.
Yang terjadi dengan Talia setelah malam laknat itu malah lebih dari  sekedar keajaiban alam. Ia  diceritakan mengandung bayi kembar sekaligus melahirkannya dalam keadaan tidur. Setelah dilahirkan, salah satu bayinya  kelaparan dan dengan desperate mengisap gulungan benang pintal yang melilit jari Talia. Dan Voila, si Talia pun terbangun.
Romance my arse.
Oh, tentu saja cerita Talia belum berakhir sampai di sini. Kisahnya bersambung ke season kedua, melibatkan ibu suri/ istri tua sang raja yang cemburu dengan kehadiran Talia, dan memerintahkan juru masak mengolah makanan berbahan baku anak-anak Talia, yang kemudian disajikan pada sang raja.

1. Red Riding Hood

Once upon A time, there was a girl … with red riding hood. Obviously.
Si Red Riding Hood (RRH) ini akan mengunjungi neneknya yang tinggal di hutan, namun niatnya ini ketahuan oleh seekor serigala jahat, yang datang terlebih dulu ke rumah si nenek , dan langsung  menelannya. Serigala lalu menyamar menjadi si Nenek dan menunggu RRH datang. Setelah beberapa lama, RRH merasa curiga dengan bentukan neneknya ini, dan saat itulah Serigala menelannya bulat-bulat. Beruntung seorang tukang kayu lewat di depan TKP, membedah  perut buncit serigala, dan dengan ajaib si Nenek dan RRH berhasil keluar hidup-hidup.
But do you know that…. ehm, no. i don’t wanna give you a clue for this one. Keep on reading for the twisted ending :)
Anyway, meski versi yang paling terkenal saat ini adalah yang dirangkum oleh Grimm, dongeng si Tudung Merah ini memiliki banyak variasi plot dan ending yang berbeda.
Tapi karena artikel ini judulnya versi dongeng paling kontroversial, mari kita pilih versi yang paling gak mungkin masuk ke daftar buku bacaan pengantar tidur untuk anak-anak.
Di awal disebutkan bahwa dongeng ini banyak memiliki variasi. Bahkan ada versi yang menyatakan bahwa si Gadis ini tidak bertudung merah. Lalu kenapa warna merah yang digunakan untuk tudung si Gadis? Well, sebagian makna dari warna merah melambangkan seksualitas, gairah, dan hal-hal lain sebangsanya.
Dan sebagian besar dongeng RRH versi awal memang mengadung bahan baku seks di dalamnya. Lebih jelasnya, mengandung…pemerkosaan/ bestiality. Oh, dan juga kanibalisme.
Ini berawal saat RRH bertemu dengan si Serigala. Setelah menyuruh RRH memetik bunga untuk neneknya, si Serigala ngebut ke rumah sang Nenek, lalu memakannya, dan menyimpan sebagian daging, darah, dan gigi si Nenek. Saat RRH pulang, si Serigala menghidangkan bagian-bagian tubuh si Nenek… dan RRH memakannya.
Dan ini belum sampai pada bagian paling bikin eneg  dari cerita ini.
Setelah si RRH menggasak habis makanan ini, si Serigala mengajaknya naik ke tempat tidur, dan melucuti pakaian RRH. Ia juga membakar baju RRH, mengatakan bahwa dia tak akan membutuhkannya lagi. Ngapain mereka di atas kasur? Yap, serigala melakukan hubungan perkelaminan antar-spesies (meskipun di versi lain hal ini dihilangkan) .

Dan apa yang dilakukan si serigala setelah itu? Dia memakan RRH. Dan kali ini gak ada penebang kayu yang menyelamatkannya.
Yay! Happy Ending! For the wolf, at least.
Jadi kalau selama ini ada yang menganggap aneh si Penebang Kayu yang ujug-ujug datang menyelamatkan si Tudung Merah dan Neneknya…sekarang kalian tahu fungsi tokoh ini sebagai apa: ga lebih dari tokoh tempelan  yang berfungsi untuk menurunkan rating dongeng ini dari ‘Dewasa dan Memiliki Kelainan Jiwa’ ke ‘Segala Umur’.

siAnink adalah seorang reporter labil, penggemar hyoyeon–anggota snsd yang jago nge-dance. Tapi SKJ saja ia tak mampu… Anda dapat menemukannya di twitter @siAnink atau di blognya aninkdansemua.wordpress.com

Comments

Popular posts from this blog

The Difference Between LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition (#31313) and LEGO MINDSTORMS Education EV3 (#45544)

http://robotsquare.com/2013/11/25/difference-between-ev3-home-edition-and-education-ev3/ This article covers the difference between the LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition and LEGO MINDSTORMS Education EV3 products. Other articles in the ‘difference between’ series: * The difference and compatibility between EV3 and NXT ( link ) * The difference between NXT Home Edition and NXT Education products ( link ) One robotics platform, two targets The LEGO MINDSTORMS EV3 robotics platform has been developed for two different target audiences. We have home users (children and hobbyists) and educational users (students and teachers). LEGO has designed a base set for each group, as well as several add on sets. There isn’t a clear line between home users and educational users, though. It’s fine to use the Education set at home, and it’s fine to use the Home Edition set at school. This article aims to clarify the differences between the two product lines so you can decide which...

Let’s ban PowerPoint in lectures – it makes students more stupid and professors more boring

https://theconversation.com/lets-ban-powerpoint-in-lectures-it-makes-students-more-stupid-and-professors-more-boring-36183 Reading bullet points off a screen doesn't teach anyone anything. Author Bent Meier Sørensen Professor in Philosophy and Business at Copenhagen Business School Disclosure Statement Bent Meier Sørensen does not work for, consult to, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has no relevant affiliations. The Conversation is funded by CSIRO, Melbourne, Monash, RMIT, UTS, UWA, ACU, ANU, ASB, Baker IDI, Canberra, CDU, Curtin, Deakin, ECU, Flinders, Griffith, the Harry Perkins Institute, JCU, La Trobe, Massey, Murdoch, Newcastle, UQ, QUT, SAHMRI, Swinburne, Sydney, UNDA, UNE, UniSA, UNSW, USC, USQ, UTAS, UWS, VU and Wollongong. ...

Logic Analyzer with STM32 Boards

https://sysprogs.com/w/how-we-turned-8-popular-stm32-boards-into-powerful-logic-analyzers/ How We Turned 8 Popular STM32 Boards into Powerful Logic Analyzers March 23, 2017 Ivan Shcherbakov The idea of making a “soft logic analyzer” that will run on top of popular prototyping boards has been crossing my mind since we first got acquainted with the STM32 Discovery and Nucleo boards. The STM32 GPIO is blazingly fast and the built-in DMA controller looks powerful enough to handle high bandwidths. So having that in mind, we spent several months perfecting both software and firmware side and here is what we got in the end. Capturing the signals The main challenge when using a microcontroller like STM32 as a core of a logic analyzer is dealing with sampling irregularities. Unlike FPGA-based analyzers, the microcontroller has to share the same resources to load instructions from memory, read/write th...