Skip to main content

Kisah Banjir Rutin Kabupaten Bandung

http://mulyantongeblog.blogspot.co.id/2016/03/kisah-banjir-rutin-kab-bandung.html

Beberapa hari ini lagi ramai berita banjir di bandung yang meneggelamkan rumah-rumah hingga 2-3 m. Lah kok bisa? Bandung itu ketinggiannya 600-700 m diatas laut.

Bandung sebenarnya adalah cekungan di pegunungan. Dijaman purba merupakan danau, dan daerah banjir sekarang yaitu daerah kabupatan bandung sepanjang aliran sungan citarum merupakan dasar danau yang terendah. Sementara wilayah kodya bandung terletak di tempat yang lebih tinggi (masih dasar danau purba juga).




kalau kita bikin elevation profile antara dago dan soreang maka hasilnya :


Tampak bahwa daerah banjir merupakan dasar cekungan pada ketinggian 666 m - 661 m, yang sebagian besar terdapat dalam wilayah kabupaten bandung, sebagian lainnya di gedebage wilayah kodya bandung (gedebage pada 666 m - 664 m). Seperti pada gambar dibawah :


Sementara daerah yang dikotakin "parah" adalah daerah kampung cigosol dan kampung cienteung. Kampung-kampung ini sering banjir walau hanya hujan sehari, ketinggian kampung ini pada 661-662 m. Makanya kalau banjir besar kampung ini bisa tenggelam 2-3 meter.

Pada tahun 2014 saya mengadakan baksos, pemfoto ini (saya) pada posisi 665 m. Makin maju makin dalam, paling dalam setinggi dada banjirnya (664 m). Hanya delman dan panser amfibi TNI yang bolak-balik lewat dan beberapa penduduk nekat yang lewat.



Foto-foto wilayah cieunteng pada 661 m :



Kampung Cigosol pada 661 m :



Banjir di wilayah ini sudah biasa, sudah rutin. Karena memang daerahnya merupakan dasar terendah dari danau purba bandung. Ada foto banjir jaman doeloe nih :



 Sudah berpuluh-puluh study untuk solusi ini. Sudah banyak seminar dan wacana bagi solusi banjir ini. Pernah ada acara membuat wilayah cieuteng menjadi waduk, penduduknya diganti rugi. Tapi sebagian tidak mau, maunya dibikin tanggul citarum yang tinggi dan pengerukan sungai citarum. Dan selama ini memang dilakukan pengerukan sungai citarum, sementara pembuatan polder terhambat (CMIIW).

Dari pengalaman dan analisa ketinggian, diketahui daerah yang aman/minim banjir adalah pada ketinggian 666-667 meter. Sementara daerah yang banjir ada pada ketinggian dibawah itu yaitu 661-666 m. Air ibarat mobil, jalan terhalang maka jalan macet dan penuh. Demikian juga air, jalan air terhalang. Terhalang bangunan dan rumah-rumah, maka menggenanglah dia.. banjir. Jangan halangi air, biarkan air citarum mengalir dibantarannya jika meluap. Tapi bantaran citarum kini penuh rumah terus bagaimana solusinya? Kalau gubernurnya ahok, kampung-kampung di bantaran sungai citarum digusur dan dipindah ke apartemen. Kalau jabar/bandung bagaimana solusinya? Pilihannya :

1. Kosongkan bantaran citarum, jadikan waduk/taman/hutan kota dan pindahkan warganya ke apartemen di daerah yang lebih tinggi(lebih jauh).  Waduk/taman/hutan kota jadi jalan lewat air saat citarum meluap.
2. Rumah-rumah digusur dan membuat apartemen-apartemen pangggung disekitar bantaran citarum, lantai dasar/kolong dikosongkan dan dijadikan taman/kebun saja. Dan jadi jalan lewat air saat citarum meluap.

Pasti sudah banyak ide dan hasil study tapi tidak ada keyakinan dan keberanian untuk mengeksekusinya. Contohnya :

kutipan :

Namun pembangunan polder terhambat biaya. Untuk pembuatan situ buatan diperlukan dana sekitar Rp 1 triliun, sedangkan pembuatan Polder Dayeuh Kolot memerlukan dana Rp 27,5 miliar. Adapun untuk pengerukan DAS sungai Citarum membutuhkan biaya sebesar Rp 500 miliar.

Pengerukan citarum (500 milyar) bisa jalan, kenapa pembuatan polder(27,5 milyar) terhambat?

Jadilah biar saja, toh masyarakatnya memang sudah biasa kebanjiran sejak jaman purba. Dan seperti biasa, siapkan evakuasi, pengungsian dan logistiknya. Toh masyarakat tidak akan menyalahkan bupati dan gubernurnya, dan memang DAS citarum tidak hanya tanggung jawab bupati dan gubernur tapi juga pemerintah pusat melalui  BBWS Citarum Kemen PU.

Update :

Banjir citarum di kabupaten bandung ternyata periodik, ada periode 2 thn (Q2),  5 thn (Q5),  25 thn (Q25),  50 thn (Q50). Tapi daerah cienteung setahu saya 3 tahun terakhir selalu banjir (2014, 2015 dan 2016).




berita-berita terkait :

https://www.facebook.com/PRFMNewsChannel/posts/774301009368163?hc_location=ufi

http://news.detik.com/berita-jawa-barat/1087585/bikin-situ-buatan-untuk-atasi-banjir-di-cekungan-bandung

https://m.tempo.co/read/news/2015/05/21/090668036/cegah-banjir-citarum-pu-gelontorkan-rp-100-m

http://juaranews.com/berita/3606/28/03/2015/embung-dibangun-untuk-atasi-banjir-di-baleendah

http://www.bandungkab.go.id/arsip/195/tanggul-cieunteung-didanai-rp-90-juta

http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2009/02/19/172932/1087585/486/bikin-situ-buatan-untuk-atasi-banjir-di-cekungan-bandung

dan banyak lainnya silahkan digoogle.

Comments

Popular posts from this blog

The Difference Between LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition (#31313) and LEGO MINDSTORMS Education EV3 (#45544)

http://robotsquare.com/2013/11/25/difference-between-ev3-home-edition-and-education-ev3/ This article covers the difference between the LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition and LEGO MINDSTORMS Education EV3 products. Other articles in the ‘difference between’ series: * The difference and compatibility between EV3 and NXT ( link ) * The difference between NXT Home Edition and NXT Education products ( link ) One robotics platform, two targets The LEGO MINDSTORMS EV3 robotics platform has been developed for two different target audiences. We have home users (children and hobbyists) and educational users (students and teachers). LEGO has designed a base set for each group, as well as several add on sets. There isn’t a clear line between home users and educational users, though. It’s fine to use the Education set at home, and it’s fine to use the Home Edition set at school. This article aims to clarify the differences between the two product lines so you can decide which

Let’s ban PowerPoint in lectures – it makes students more stupid and professors more boring

https://theconversation.com/lets-ban-powerpoint-in-lectures-it-makes-students-more-stupid-and-professors-more-boring-36183 Reading bullet points off a screen doesn't teach anyone anything. Author Bent Meier Sørensen Professor in Philosophy and Business at Copenhagen Business School Disclosure Statement Bent Meier Sørensen does not work for, consult to, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has no relevant affiliations. The Conversation is funded by CSIRO, Melbourne, Monash, RMIT, UTS, UWA, ACU, ANU, ASB, Baker IDI, Canberra, CDU, Curtin, Deakin, ECU, Flinders, Griffith, the Harry Perkins Institute, JCU, La Trobe, Massey, Murdoch, Newcastle, UQ, QUT, SAHMRI, Swinburne, Sydney, UNDA, UNE, UniSA, UNSW, USC, USQ, UTAS, UWS, VU and Wollongong.

Logic Analyzer with STM32 Boards

https://sysprogs.com/w/how-we-turned-8-popular-stm32-boards-into-powerful-logic-analyzers/ How We Turned 8 Popular STM32 Boards into Powerful Logic Analyzers March 23, 2017 Ivan Shcherbakov The idea of making a “soft logic analyzer” that will run on top of popular prototyping boards has been crossing my mind since we first got acquainted with the STM32 Discovery and Nucleo boards. The STM32 GPIO is blazingly fast and the built-in DMA controller looks powerful enough to handle high bandwidths. So having that in mind, we spent several months perfecting both software and firmware side and here is what we got in the end. Capturing the signals The main challenge when using a microcontroller like STM32 as a core of a logic analyzer is dealing with sampling irregularities. Unlike FPGA-based analyzers, the microcontroller has to share the same resources to load instructions from memory, read/write the program state and capture the external inputs from the G