Skip to main content

Wind Power Generators Type 3 and 4

 Wind Power Generators Type 3 and 4
Saat ini, ada dua jenis PLTB yang popular di dunia, yaitu type 3 dan type 4. Keduanya ada di Indonesia, yaitu Sulawesi Selatan.
Pada PLTB type 3, digunakan generator induksi rotor belitan. Rotor motor induksi disuply dengan konverter arus terkendali yang frekuensinya menyesuaikan kebutuhan rotor melalui slip ring dan sikat. Frekuensi rotor diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan sudut mekanik rotor ditambah kecepatan sudut arus rotor sama dengan kecepatan sinkronnya. Pada generator sinkron konvensional, kecepatan sudut arus rotor sama dengan nol (dc) sehingga kecepatan rotor harus sama dengan kecepatan sinkron. Dengan cara ini, kecepatan rotor generator bisa berubah-ubah sesuai dengan daya maksimum yang dikehendaki dengan tetap menjaga frekuensi statornya tetap. Rating dari konverter daya sebanding dengan variasi kecepatan rotor yang diijinkan. Biasanya, rating konverter yang diperlukan hanyalah 20% dari rating generatornya. Pada sistem ini, yang berhadapan dengan jaringan listrik adalah langsung generatornya, bukan konverter dayanya.
Pada PLTB type 4, digunakan generator sinkron magnet permanen yang lebih efisien dibanding generator induksi. Generator sinkron terhubung ke jaringan listrik melalui konverter ac-ac. Karena generator tidak terhubung langsung ke jaringan, kecepatan generator bisa berubah-ubah sesuai daya maksimum rotor atau anginnya. Karena kecepatan generator bebas berubah tanpa mengganggu frekuensi stator, energy yield PLTB type 4 lebih tinggi dibanding type 3. Kerugiannya adalah PLTB type 4 memerlukan konverter daya yang ratingnya sama dengan rating generatornya.
Hanya itukah perbedaan PLTB type 3 dan type 4? Hanya perbedaan energy yields dan rating konverternya?
Pada PLTB type 4, yang berhadapan dengan jaringan listrik adalah konverter daya sedangkan pada type 3 yang berhadapan langsung adalah generatornya. Akibatnya, arus hubungsingkat yang bisa dihasilkan PLTB type 3 lebih tinggi dibanding type 4. Selain itu, inersia PLTB type 3 juga lebih tinggi dibanding type 4.

sumber: https://www.facebook.com/pekik.dahono/posts/10223237372097293


Hemat Energi: Kunci Pengurangan Emisi
Pada saat bicara pengurangan emisi atau pemanasan global, hampir semua orang langsung bicara energi terbarukan. Padahal, ada cara lain yang lebih murah dan juga efektif dalam pengurangan emisi, yaitu penghematan energi. Dengan menghemat energi, berarti kita menghemat bahan bakar yang diperlukan oleh pembangkit listrik atau mengurangi biaya yang diperlukan untuk mencari minyak. Sering sekali, 1 kWh penghematan energi di konsumen mengurangi konsumsi energi di sumber sampai sepuluh kali lipatnya.
Di kota besar, energi terbesar dipakai untuk transportasi, industri, pendingin ruangan, dan penerangan. Sedangkan di tempat terpencil, mungkin yang utama adalah untuk penerangan. Untuk melakukan penghematan, berbagai teknologi telah dikembangkan dan berbagai cara bisa dilakukan.
Di sektor transportasi, penggunaan sarana transportasi masal, mobil hybrid dan listrik bisa sangat membantu konsumsi energi. Teknologi elektronika daya juga berperan besar untuk menghemat konsumsi energi di industri dan sistem pendingin ruangan. Lampu LED mempunyai efisiensi jauh lebih tinggi dibanding lampu pijar. Kompor listrik juga mempunyai efisiensi yang lebih tinggi dibanding kompor gas maupun minyak tanah.
Terjadinya pandemi juga mengajarkan kita untuk bekerja jarak jauh tanpa banyak mengeluarkan energi. Memang tidak semua bisa jarak jauh, tetapi sekarang kita bisa bekerja secara hybrid sehingga penghematan bisa banyak dilakukan. Artinya, penghematan energi bisa dilakukan tanpa melakukan investasi. Penghematan bisa dilakukan hanya dengan merubah cara kerja maupun cara hidup.
Jika semua usaha penghematan dilakukan, jangan2 kita tidak perlu membangun pembangkit baru, tidak perlu membangun kilang baru, dan tidak perlu membuang devisa untuk import bahan bakar minyak maupun gas. Yang jelas dengan melakukan penghematan, otomatis emisi per satuan kerja yang kita hasilkan akan banyak berkurang.
sumber: https://www.facebook.com/pekik.dahono/posts/10223218190017753


Masih adakah masa depan untuk PLTU?
Karena masalah pemanasan global dan konsekuensi yang diakibatkan, banyak negara mulai meninggalkan PLTU batubara dan menggantikannya dengan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Walaupun PLTU batubara bukan satu-satunya penyebab tingginya emisi atau gas rumah kaca, PLTU ini sering sekali menjadi pihak yang disalahkan dan harus dihentikan operasinya. Yang diinginkan itu, mengurangi emisi atau mengurangi penggunaan batubara? Dalam memilih sumber energi, isu yang utama adalah emisi, sustainability, dan tentu saja harga.
JIka isu utamanya adalah mengurangi emisi, ada banyak teknologi bisa diterapkan untuk mengurangi emisi. Misal dengan menggunakan temperatur kerja yang lebih tinggi sehingga emisi per satuan output yang dihasilkan menurun. Atau merubah siklus kerja pembangkit yang biasanya menggunakan siklus Rankine menjadi siklus Brayton. Atau menggunakan teknik oxycombustion yang lebih ramah lingkungan. Atau merubah cara ekstrasi energi dari batubara yaitu lewat gasifikasi untuk diambil hidrogennya dan dijadikan bahan bakar bagi PLTGU atau fuel cell. Selain itu, telah berkembang pula berbagai teknik untuk menangkap emisi yang dihasilkan PLTU sehingga emisinya bisa mendekati nol. Ada banyak teknologi bisa diterapkan untuk mengatasi masalah emisi pada penggunaan batubara sebagai sumber energi.
Bagaimana dengan sustainability? Karena jumlah batubara terbatas, maka suatu saat pasti akan habis sehingga tidak sustainable. Akan tetapi, pembangkit listrik tenaga nuklir, tenaga matahari, dan tenaga angin juga tidak 100% sustainable. Jika kita melakukan life cycle analysis, penggunaan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembangunan PLTS dan PLTB juga menyebabkan pembangkit ini tidak 100% sustainable.
Ingat, Indonesia merupakan negara yang dikaruniai dengan banyak sumber energi termasuk batubara. Tentu saja kita tidak harus mengikuti negara-negara yang tidak mempunyai batubara. Sungguh sayang kalau sumber energi yang melimpah ini tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa ini.
Jadi kembali lagi, ingin mengurangi emisi dan menjaga sustainability atau sekedar ingin mengurangi penggunaan batubara? Ada banyak cara untuk mengurangi emisi dan menjaga sustainability tanpa harus meninggalkan batubara.
sumber: https://www.facebook.com/pekik.dahono/posts/10223209594882880



Back-to-Back Power Converters : Static atau Rotary?
Back-to-Back (BB) power converters sering dipakai untuk menghubungkan dua sistem yang tak sinkron atau untuk menghasilkan frekuensi yang berbeda. Contohnya adalah untuk menghubungkan sistem 50Hz dengan 60Hz, 50 Hz dengan 16 2/3 Hz, 50 Hz ke 400 Hz, dan masih banyak keperluan lainnya.
Untuk melakukan konversi daya semacam itu, bisa dilakukan secara elektronis, yaitu gabungan penyearah dan inverter, atau dengan menggunakan motor dan generator. Karena penyearah-inverter tidak melibatkan peralatan yang bergerak maka disebut static power converters sedangkan motor-generator disebut rotary power converters. Mana lebih baik?
Kalau bicara daya maksimum, sebenarnya tidak ada batas untuk keduanya. Kita bisa membuat untuk daya sampai orde gigawatt. Akan tetapi pada saat ini, yang lebih besar terpasang adalah yang static.
Bagaimana efisiensi? Efisiensi keduanya sangat tinggi. Begitu bicara daya di atas 100 MW, keduanya bisa mempunyai efisiensi maksimum di atas 99%.
Bagaimana dengan ukuran? Ukuran yang jenis rotary mungkin sedikit lebih besar. Tetapi nggak banyak.
Bagaimana dengan harga? Karena maker jenis rotary sekarang sedikit, harga yang rotary lebih mahal dari yang static.
Bagimana dengan kemampuan? Seperti yang telah dibahas pada note yang lain, hampir semua kemampuan mesin listrik konvensional bisa ditirukan oleh yang static kecuali kemampuannya menghasilkan arus hubungsingkat yang besar. Selain itu, yang jenis rotary secara natural mempunyai inertia yang besar. Kemampuan menyimpan energi kinetik pada jenis rotary bisa ditingkatkan jika mesin yang digunakan adalah doubly-fed ac machines. Inersia yang besar diperlukan jika beban atau sumbernya  berfluktuasi.
Jadi mana lebih baik? Jangan2 kombinasi keduanyalah yang paling baik.
https://www.facebook.com/pekik.dahono/posts/10223165275414921?__cft__[0]=AZXN-FTviv3u-ZWlHqH0SE8KJXrcQvqenfpyqRqE9rzg2-9tRg0k0QVxeRqtCuzdG33nwfWEzCOIp3OO2tdP0FTAeaxHItVnBW-z7-JbE42_MNHoiDXGMBpreU1Vkg8YxqI&__tn__=%2CO%2CP-R

Comments

Popular posts from this blog

The Difference Between LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition (#31313) and LEGO MINDSTORMS Education EV3 (#45544)

http://robotsquare.com/2013/11/25/difference-between-ev3-home-edition-and-education-ev3/ This article covers the difference between the LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition and LEGO MINDSTORMS Education EV3 products. Other articles in the ‘difference between’ series: * The difference and compatibility between EV3 and NXT ( link ) * The difference between NXT Home Edition and NXT Education products ( link ) One robotics platform, two targets The LEGO MINDSTORMS EV3 robotics platform has been developed for two different target audiences. We have home users (children and hobbyists) and educational users (students and teachers). LEGO has designed a base set for each group, as well as several add on sets. There isn’t a clear line between home users and educational users, though. It’s fine to use the Education set at home, and it’s fine to use the Home Edition set at school. This article aims to clarify the differences between the two product lines so you can decide which

Let’s ban PowerPoint in lectures – it makes students more stupid and professors more boring

https://theconversation.com/lets-ban-powerpoint-in-lectures-it-makes-students-more-stupid-and-professors-more-boring-36183 Reading bullet points off a screen doesn't teach anyone anything. Author Bent Meier Sørensen Professor in Philosophy and Business at Copenhagen Business School Disclosure Statement Bent Meier Sørensen does not work for, consult to, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has no relevant affiliations. The Conversation is funded by CSIRO, Melbourne, Monash, RMIT, UTS, UWA, ACU, ANU, ASB, Baker IDI, Canberra, CDU, Curtin, Deakin, ECU, Flinders, Griffith, the Harry Perkins Institute, JCU, La Trobe, Massey, Murdoch, Newcastle, UQ, QUT, SAHMRI, Swinburne, Sydney, UNDA, UNE, UniSA, UNSW, USC, USQ, UTAS, UWS, VU and Wollongong.

Building a portable GSM BTS using the Nuand bladeRF, Raspberry Pi and YateBTS (The Definitive and Step by Step Guide)

https://blog.strcpy.info/2016/04/21/building-a-portable-gsm-bts-using-bladerf-raspberry-and-yatebts-the-definitive-guide/ Building a portable GSM BTS using the Nuand bladeRF, Raspberry Pi and YateBTS (The Definitive and Step by Step Guide) I was always amazed when I read articles published by some hackers related to GSM technology. H owever , playing with GSM technologies was not cheap until the arrival of Software Defined Radios (SDRs), besides not being something easy to be implemented. A fter reading various articles related to GSM BTS, I noticed that there were a lot of inconsistent and or incomplete information related to the topic. From this, I decided to write this article, detailing and describing step by step the building process of a portable and operational GSM BTS. Before starting with the “hands on”, I would like to thank all the pioneering Hackers and Researchers who started the studies related to previously closed GSM technology. In particul