Skip to main content

Studi di Universitas Elit

 

 https://www.facebook.com/ferizal.ramli.1/posts/911377666387429

Studi di Universitas Elit
Jadi, klo sekolah di Universität the best Anglo-Saxon (UK dan US) ada standard yang perlu anda penuhi: secara umum (meskipun tidak semua) Anda itu HARUS elit dulu. Ini tidak semata-mata pandai tapi ini memang merekrut mereka yang memang sudah elit bergabung di klub elit. Jika modal jenengan cuma pinter doang maka profisiat untuk jenengan (Y)
Jadi tujuan utama dari sekolah tsb adalah mendidik para elit dalam 1 klub elit. Bagaimana jika jenengan tidak dalam latar belakang elit atau keluarga elit, bisakah gabung? Iya, bisa hanya yang ini tidak banyak. Mereka punya kriteria sendiri. Entah apa kriterianya bisa jadi pintar, bisa jadi populer, bisa jadi itu akan jadi hub untuk network Universitas itu sendiri.
Hanya dalam banyak kasus, temen2 yang kulihat pintar saja bahkan brilyant, jika kuliah di UK umumnya masuk ke Russel Group Universities (diluar Oxbridge). Yang ke Oxbridge biasanya variable populer dan keluarga elit umumnya ikut mempengaruhi.
Lantas bagaimana dengan Elit Universitas Amrik terutama Harvard, Yale, Princeton, MIT, Stanford misalkan? More and less mirip Oxbridge. Ini juga relatif terjadi di Anglo-Saxon lainnya seperti Australia dan Canada hanya "elit" - nya kedua negara tidak di level Oxbridge, mungkin di level Russel Group Universities.
Bagaimama dengan Universitas Eropa (diluar UK), adakah yang selevel Oxbridge. Jawabnya: Nyaris TIDAK ada. Tradisi pendidikan Eropa itu relatif cenderung egaliter dari pada membentuk sistem elit. Ada 1 Universitas yang egaliter tapi bisa "dekati" elitnya UK dan Amrik yaitu ETH Zürich.
Berbeda dengan masuk ke Oxbridge atau Harvard, Standford, MIT, Yale, Princeton misalkan yang butuh persyaratan khusus, klo masuk ETH Zürich setiap lulusan SMA Swiss akan bisa kuliah disana.
Sesungguhnya ini berlaku ke seluruh Universität di Swiss yang semua Universität Swiss itu levelnya Russel Group klo dibandingkan UK. Hanya ETH lebih cool lagi, meskipun egaliter tetap reputasinya dihormati sejajar dengan elitnya UK dan Amrik. Mungkin Swiss sendiri negara super duper kaya makmur sentosa, jadi meskipun egaliter tetap aja elit.
Yang juga egaliter tapi amat cool adalah Belanda. Itu semua Universiteiten di Belanda meskipun tidak ada yang selevel Oxbridge tapi semuanya amat bagus. Kira2 mirip Swiss bagusnya hanya Swiss punya ETH Zürich yang dekati Oxbridge. Ada 13 Universiteiten di Belanda dan umumnya semuanya amat bagus.
Yang juga mirip mengikuti Belanda adalah Skandinavia. Lalu menyusul Belgia dan Austria serta Irland yang umumnya mereka relatif egaliter. Tidak ada satu pun dari universitas mereka yang elit dunia.
Perancis, Italia dan Spanyol itu persis khas Eropa juga egaliter. Masalahnya mereka secara penduduk tidak sekaya Belanda apalagi Swiss. Jadilah universitas mereka meskipun tradisinya lama, tua dan bagus tetap saja tidak ada yang bisa imbangi Oxbridge. Jika imbangi Russer Group tentu banyak.
Bagaimama dengan Jerman? Semangat egaliter Jerman itu amat sangat kuat. Merasa negara kaya berlebihan uang, Jerman ingin bangun elite Universitäten untuk imbangi Oxbridge dan Top US Elit Universities, hasilnya? GAGAL!
GAGAL justru karena DITOLAK oleh rakyatnya sendiri. Mereka ndak suka dengan tradisi elit. Masyarakat Akademie di Universität-nya tidak sepenuhnya dukung tradisi elit. Para Politisi juga ragu membuat Program elit. Jadilah gaung membangun elite Universitäten yang gencar sejak 2 dekade lalu, dan sempat sekitar selusin tahun ramai, sekarang makin meredup.
Mindset masyarakat Jerman menolak elit. Jadilah lulusan Elit UK dan Amrik mereka males karir di Jerman karena tidak ada privilege elit yang di dapatkan dari Jerman. Mereka (lulusan Elit UK dan Amrik) diperlakukan biasa aja seperti yang lain saja jika berkarir di Jerman.
Universitäten di Jerman tradisinya bener2 egaliter. Tidak ada yang top elit, tapi tidak ada yang tidak bagus. Semuanya, ada sekitar 120 Universitäten relatif kualitasnya sama. Universitäten di Jerman itu kualitasnya yah klo ndak Bagus, Amat Bagus atau Bagus sekali TAPI tidak ada yang selevel Oxbridge. Klo Russel Group maka di Jerman bertumpuk banyak.
TIdak cuma itu bahkan Universitäten di Jerman itu TIDAK lebih elit dari Sekolah Vokasinya. Lulusan Universitäten Jerman apapun universität-nya, tidak berani mengklaim lebih baik dari lulusan Fachhochschule/Hochschule (University of Applied Science) dan Bedrufsakademie/Duales-Studium (University of Cooperative Education).
Jadi, Universitas dan Sekolah Vokasinya saja tidak bisa dikelompokkan mana yang lebih baik. Semuanya sama kualitasnya dan prestisenya, tinggal beda di orietasi saja. Itu lah khas egaliter Jerman. Jadi bingung juga dari mana logika QS dan THE buat rangking tentang Universitas Jerman 🙂
Bagaimama dengan Asia? Asia amat suka tradisi Elit. Di satu sisi tradisinya kolektif kebersamaan, disisi lain suka dengan yang elit. Ini berbeda dengan Eropa Kontinental dalam konteks modern saat ini, mereka suka berpikir Individualis tapi mereka sosialis egaliter klo dalam kelas2 sosial. Di Asia suka kebersamaan kolektif tapi justru membangun kelas2 elit di masyarakatnya.
Di Jepang ada Universitas Super Duper Elit yaitu University of Tokyo. Tampaknya masuk sini bisa jauh lebih sulit dari pada masuk Harvard, Yale, Princeton atau Oxbridge. Selain itu Jepang punya "Universitas Samurai" yang selevel Russel Group.
Cina, Korea Selatan, Singapura (hanya karena negara kecil elit maka uiversitasnya juga elit) juga bangun universitas yang elit dan punya potensi untuk imbangi Topnya UK dan Amrik. Khusus untuk Cina peluangnya bangun Universitas elit imbangi UK dan Amrik amat sangat besar sekali.
Di bidang Riset saat ini Lembaga Riset Cina, sudah menyalip lembaga riset
terbaik
Amrik dan Jerman. Lembaga riset Cin sekarang no 1, disusul Amrik, Jerman dan Perancis. Di Universitas Cina mencoba bangun tradisi elit untuk imbangi Oxbridge dan Top Elit Amrik.
Nah ingin kah jenengan atau anak jenengan masuk Universitas Elit? Syarat yang paling memdasar meskipun tidak satu2nya: Jadilah jenengan masuk dalam strata sosial yang elit dulu, lalu pinter dan lebih baik juga populer. Tapi bisa juga bermodalkan pinter aja untuk masuk elit tapi jarang terjadi. Jenengan butuh momentum berpihak...
Ferizal Ramli

 

Comments

Popular posts from this blog

The Difference Between LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition (#31313) and LEGO MINDSTORMS Education EV3 (#45544)

http://robotsquare.com/2013/11/25/difference-between-ev3-home-edition-and-education-ev3/ This article covers the difference between the LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition and LEGO MINDSTORMS Education EV3 products. Other articles in the ‘difference between’ series: * The difference and compatibility between EV3 and NXT ( link ) * The difference between NXT Home Edition and NXT Education products ( link ) One robotics platform, two targets The LEGO MINDSTORMS EV3 robotics platform has been developed for two different target audiences. We have home users (children and hobbyists) and educational users (students and teachers). LEGO has designed a base set for each group, as well as several add on sets. There isn’t a clear line between home users and educational users, though. It’s fine to use the Education set at home, and it’s fine to use the Home Edition set at school. This article aims to clarify the differences between the two product lines so you can decide which

Let’s ban PowerPoint in lectures – it makes students more stupid and professors more boring

https://theconversation.com/lets-ban-powerpoint-in-lectures-it-makes-students-more-stupid-and-professors-more-boring-36183 Reading bullet points off a screen doesn't teach anyone anything. Author Bent Meier Sørensen Professor in Philosophy and Business at Copenhagen Business School Disclosure Statement Bent Meier Sørensen does not work for, consult to, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has no relevant affiliations. The Conversation is funded by CSIRO, Melbourne, Monash, RMIT, UTS, UWA, ACU, ANU, ASB, Baker IDI, Canberra, CDU, Curtin, Deakin, ECU, Flinders, Griffith, the Harry Perkins Institute, JCU, La Trobe, Massey, Murdoch, Newcastle, UQ, QUT, SAHMRI, Swinburne, Sydney, UNDA, UNE, UniSA, UNSW, USC, USQ, UTAS, UWS, VU and Wollongong.

Logic Analyzer with STM32 Boards

https://sysprogs.com/w/how-we-turned-8-popular-stm32-boards-into-powerful-logic-analyzers/ How We Turned 8 Popular STM32 Boards into Powerful Logic Analyzers March 23, 2017 Ivan Shcherbakov The idea of making a “soft logic analyzer” that will run on top of popular prototyping boards has been crossing my mind since we first got acquainted with the STM32 Discovery and Nucleo boards. The STM32 GPIO is blazingly fast and the built-in DMA controller looks powerful enough to handle high bandwidths. So having that in mind, we spent several months perfecting both software and firmware side and here is what we got in the end. Capturing the signals The main challenge when using a microcontroller like STM32 as a core of a logic analyzer is dealing with sampling irregularities. Unlike FPGA-based analyzers, the microcontroller has to share the same resources to load instructions from memory, read/write the program state and capture the external inputs from the G