Sedikitnya 56 persen remaja Kota Bandung pada rentang usia 15 hingga 24 tahun sudah pernah berhubungan seks atau making love (ML) di luar nikah. Hubungan seks dilakukan dengan pacar, teman, dan pekerja seks komersial.
Hal itu terungkap dalam workshop hasil baseline survei pengetahuan dan perilaku remaja Kota Bandung oleh 25 Messenger Jawa Barat di Wisma PKBI Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Selasa (12/8).
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan 25 Messenger Jabar Kristian Widya Wicaksono mengatakan, survei yang dilakukan rentang waktu bulan Juni 2008 ini melibatkan rata-rata 100 responden remaja usia 15-24 tahun yang ada di setiap kecamatan di Kota Bandung.
Survei dibagi menjadi dua kategori rentang usia di dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan usia 15-19 tahun dan rentang usia 20-24 tahun. Survei juga mendapat data adanya hubungan sesama jenis dari responden.
“Kita juga melakukan survei dengan melibatkan responden yang biasa nongkrong di tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan dan beberapa tempat nongkrong yang dianggap rawan,” kata Kristian.
Dari hasil survei tersebut, Kristian mengatakan sebanyak 56 persen remaja pada rentang usia tersebut pernah melakukan hubungan seksual.
Dari hasil survei tersebut, Kristian mengatakan sebanyak 56 persen remaja pada rentang usia tersebut pernah melakukan hubungan seksual.
Dari jumlah tersebut, 30 persen menyatakan hubungan dilakukan dengan pacar sendiri, 11 persen dengan pekerja seks komersial (PSK), dan 3 persen dengan seseorang atau teman yang baru dikenalnya (one night standing).
“Dari hasil ini bisa disimpulkan kondisi remaja di Kota Bandung saat ini bisa dikatakan hampir mendekati kondisi parah dalam berperilaku,” katanya.
Menurut Kristian, perilaku remaja tersebut ternyata tidak dipengaruhi tingkat strata sosial. Bukan hanya remaja dari kalangan kelas sosial rendah yang pernah melakukan hubungan seks, tapi di tingkat strata yang lebih tinggi, perilaku semacam ini juga terjadi.
Menurut Kristian, perilaku remaja tersebut ternyata tidak dipengaruhi tingkat strata sosial. Bukan hanya remaja dari kalangan kelas sosial rendah yang pernah melakukan hubungan seks, tapi di tingkat strata yang lebih tinggi, perilaku semacam ini juga terjadi.
Bahkan tingkat pendidikan juga tidak memengaruhi prilaku mereka berhubungan seks. Ini bisa diketahui dari hasil survei pengetahuan remaja mengenai HIV AIDS dan penularannya. Ternyata, pendidikan tinggi tidak menjamin pengetahuan mereka tentang HIV AIDS lebih baik dibanding mereka yang berpendidikan rendah.
Hanya saja, hasil survei menunjukkan tingkat pendidikan rendah berpengaruh terhadap perilaku menonton film porno. “Ada hasil signifikan, semakin rendah pendidikan, semakin banyak yang menonton film porno. Ini karena rasa ingin tahu mereka,” lanjutnya.
Kristian mengatakan, perilaku remaja yang demikian salah satunya memang paling banyak dipengaruhi oleh tontonan film porno. Selain itu, mereka juga mengetahuinya dari internet. Dan saat ini yang sedang tren adalah memperoleh gambar porno melalui telepon seluler.
Yang cukup mengejutkan, mayoritas remaja/pemuda di rentang usia 15-24, baik laki-laki maupun perempuannya, pernah menonton film porno. Mayoritas lewat VCD/DVD, atau diperoleh dari internet, atau kedua-duanya.
Pengaruh lain dalam perilaku seksual remaja antara lain seringnya orang tua bertengkar serta perceraian orang tua. Dari hasil survei, remaja yang orang tuanya kerap bertengkar membuat mereka mengalihkan kejenuhan tersebut dengan berperilaku menyimpang dengan melakukan hubungan seks.
“Bahkan ada responden yang berhubungan seks dengan PSK sebagai bentuk kompensasi psikologis menghadapi pertengkaran orang tua atau perceraian orang tuanya,” ujar Kristian.
Hasil survei lain menunjukkan bahwa remaja yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler dan keagamaan sangat memengaruhi perilaku seksual mereka.
Diketahui bahwa mereka yang tidak aktif cukup banyak yang melakukan hubungan seks karena tidak adanya kegiatan lain dan sebaliknya. Namun yang mengejutkan, ada beberapa responden yang aktif dalam kegiatan keagamaan tapi tetap melakukan hubungan seks bahkan dengan PSK.
Diketahui bahwa mereka yang tidak aktif cukup banyak yang melakukan hubungan seks karena tidak adanya kegiatan lain dan sebaliknya. Namun yang mengejutkan, ada beberapa responden yang aktif dalam kegiatan keagamaan tapi tetap melakukan hubungan seks bahkan dengan PSK.
Dengan perilaku yang demikian, ujar Kristian, 40 persen responden ternyata bergonta-ganti pasangan. Ini menunjukkan ada kecenderungan peningkatan tertular HIV postitif. “Dari sini ada potensi kasus HIV/AIDS bisa meningkat bila tidak segera dicari solusi,” katanya.
Ketua Granat Kota Bandung Edi Herwansyah mengatakan, narkoba juga memengaruhi perilaku seks remaja. Dari hasil penelitian, narkoba seperti minuman keras, ganja, dan sabu-sabu memicu mereka melakukan hubungan seks.
“Saat ini trennya ganja dan sabu. Bila remaja lebih terbuka saat menggunakan narkoba, orang dewasa cenderung melakukannya di tempat tertentu agar orang lain tidak tahu. Dan di Bandung pengguna narkoba juga cenderung meningkat,” katanya
Comments
Post a Comment