http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/05/08/1851484/Kecewa.Tak.Dipil...
POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Kecewa karena tak mendapat dukungan suara dari orangtua siswa pada pemilu legislatif lalu, seorang caleg yang juga pemilik yayasan pembina sejumlah sekolah di Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menutup paksa sekolah yang sudah dibinanya sejak belasan tahun lalu. Para siswa yang datang pun bingung lantaran sekolah mereka ditutup, sementara peralatannya diboyong pemilik yayasan ke tempat lain.
Para siswa ini kemudian hanya bermain-main di sekitar sekolah sebelum kembali ke rumah. Meski tak ada sarana bermain seperti ayunan atau perosotan, mereka tetap bersemangat bermain bersama teman-temannya di halaman rumah warga. Mereka baru pulang ke rumahnya setelah lelah bermain.
Asliah, salah satu orangtua siswa, mengaku kecewa karena anaknya ditelantarkan seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka datang, tetapi sekolah mereka ditutup. Tak satu pun pengelola yayasan yang datang. Selain ditutup tanpa penjelasan, sarana di sekolah juga telah dibawa pergi.
“Kasihan anak-anak. Ke sekolah, tetapi sekolahnya ditutup. Tak ada pengelola yayasan yang hadir. Saya berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah ini. Jangan menelantarkan anak-anak yang juga berhak sekolah,” ujarnya.
Asliah mengaku bingung dalam menyekolahkan anaknya lantaran tak ada TK terdekat dari rumah mereka. Untuk menyekolahkan anak di TK lain, Asliah mengaku harus menambah biaya lagi, termasuk biaya transportasi.
Syamsuddin, warga lainnya, juga menyesalkan langkah penutupan sekolah hingga membuat para siswa bingung. Selain sarana bermain yang telah diboyong, ruangan belajar di kolong rumah juga tidak lagi diisi bangku-bangku dan meja siswa serta sarana bermain lainnya. Ruangan tersebut sekarang digunakan warga sebagai gudang penampungan barang.
“Kata para orangtua siswa, pemilik yayasan kecewa dan menutup sekolahnya karena menilai orangtua siswa tak memberi dukungan pada pileg lalu,” ujar Syamsuddin, warga Campalagian lainnya.
Mengaku kecewa
Saat ditemui di rumahnya, pemilik Yayasan Al Madjidu, Hasnah, mengaku sangat kecewa karena tak banyak orangtua siswa yang mendukungnya pada saat ia maju sebagai salah satu caleg dapil Campalagian pada pemilu legislatif lalu.
Hasnah mengaku sudah memberi yang terbaik kepada warga selama belasan tahun, melalui pendidikan gratis di yayasannya, termasuk mendidik warga buta huruf di desanya. Namun, mereka dinilai tidak memberi dukungan politik apa pun terhadap dirinya sehingga gagal melenggang ke gedung Dewan.
Oleh karena itu, Hasnah untuk sementara menutup sekolahnya dengan maksud memberi pelajaran kepada warga dan para orangtua siswa. Dia berharap, penutupan sementara ini bisa membuat para orangtua siswa menghargai sosok yang layak karena memberikan jasa dan keringatnya, bukan karena imbalan materi sesaat.
“Ini bukan ditutup, tetapi pending jera untuk memberi pelajaran kepada masyarakat,” ujar Hasnah.
Dalam pileg lalu, meski jumlah penduduk di sekitar lokasi sekolahnya mencapai 400 pemilih, Hasnah hanya mendapat enam dukungan suara.
Atas tindakan Hasnah, sejumlah orangtua siswa mengaku kecewa. Mereka menilai Hasnah tidak bertanggung jawab dan menelantarkan siswanya. Sejumlah orangtua siswa pun mengatakan akan mendirikan sekolah sendiri agar masa depan pendidikan anak-anak mereka tidak terbengkalai.
POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Kecewa karena tak mendapat dukungan suara dari orangtua siswa pada pemilu legislatif lalu, seorang caleg yang juga pemilik yayasan pembina sejumlah sekolah di Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menutup paksa sekolah yang sudah dibinanya sejak belasan tahun lalu. Para siswa yang datang pun bingung lantaran sekolah mereka ditutup, sementara peralatannya diboyong pemilik yayasan ke tempat lain.
Para siswa ini kemudian hanya bermain-main di sekitar sekolah sebelum kembali ke rumah. Meski tak ada sarana bermain seperti ayunan atau perosotan, mereka tetap bersemangat bermain bersama teman-temannya di halaman rumah warga. Mereka baru pulang ke rumahnya setelah lelah bermain.
Asliah, salah satu orangtua siswa, mengaku kecewa karena anaknya ditelantarkan seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka datang, tetapi sekolah mereka ditutup. Tak satu pun pengelola yayasan yang datang. Selain ditutup tanpa penjelasan, sarana di sekolah juga telah dibawa pergi.
“Kasihan anak-anak. Ke sekolah, tetapi sekolahnya ditutup. Tak ada pengelola yayasan yang hadir. Saya berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan masalah ini. Jangan menelantarkan anak-anak yang juga berhak sekolah,” ujarnya.
Asliah mengaku bingung dalam menyekolahkan anaknya lantaran tak ada TK terdekat dari rumah mereka. Untuk menyekolahkan anak di TK lain, Asliah mengaku harus menambah biaya lagi, termasuk biaya transportasi.
Syamsuddin, warga lainnya, juga menyesalkan langkah penutupan sekolah hingga membuat para siswa bingung. Selain sarana bermain yang telah diboyong, ruangan belajar di kolong rumah juga tidak lagi diisi bangku-bangku dan meja siswa serta sarana bermain lainnya. Ruangan tersebut sekarang digunakan warga sebagai gudang penampungan barang.
“Kata para orangtua siswa, pemilik yayasan kecewa dan menutup sekolahnya karena menilai orangtua siswa tak memberi dukungan pada pileg lalu,” ujar Syamsuddin, warga Campalagian lainnya.
Mengaku kecewa
Saat ditemui di rumahnya, pemilik Yayasan Al Madjidu, Hasnah, mengaku sangat kecewa karena tak banyak orangtua siswa yang mendukungnya pada saat ia maju sebagai salah satu caleg dapil Campalagian pada pemilu legislatif lalu.
Hasnah mengaku sudah memberi yang terbaik kepada warga selama belasan tahun, melalui pendidikan gratis di yayasannya, termasuk mendidik warga buta huruf di desanya. Namun, mereka dinilai tidak memberi dukungan politik apa pun terhadap dirinya sehingga gagal melenggang ke gedung Dewan.
Oleh karena itu, Hasnah untuk sementara menutup sekolahnya dengan maksud memberi pelajaran kepada warga dan para orangtua siswa. Dia berharap, penutupan sementara ini bisa membuat para orangtua siswa menghargai sosok yang layak karena memberikan jasa dan keringatnya, bukan karena imbalan materi sesaat.
“Ini bukan ditutup, tetapi pending jera untuk memberi pelajaran kepada masyarakat,” ujar Hasnah.
Dalam pileg lalu, meski jumlah penduduk di sekitar lokasi sekolahnya mencapai 400 pemilih, Hasnah hanya mendapat enam dukungan suara.
Atas tindakan Hasnah, sejumlah orangtua siswa mengaku kecewa. Mereka menilai Hasnah tidak bertanggung jawab dan menelantarkan siswanya. Sejumlah orangtua siswa pun mengatakan akan mendirikan sekolah sendiri agar masa depan pendidikan anak-anak mereka tidak terbengkalai.
Comments
Post a Comment