http://myalexanderwathern.blogspot.com/2011/10/sejauhmana-kekafiran-ibnu-sina-dan-al.html
DahriyyunMereka menafikan keberadaan Tuhan. Mereka percaya alam ini terjadi dengan sendirinya. Imam Al-Ghazali menyatakan mereka sebagai zindik. Maksudnya mereka bukan Islam.
Tabi'iyyunBanyak mempelajari tentang manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya Pencipta karena segala ciptaan itu dijadikan begitu sempurna. Maksudnya mereka yakin keberadaan Tuhan. Namun mereka membantah kebangkitan semula, hari akhirat, surga, neraka, Padang Mahsyar, hisab dan lain-lain. Mereka juga menolak konsep pahala dan dosa. Buat mereka tidak ada pahala dan dosa. Oleh itu mereka menjadi hamba kepada hawa nafsu. Golongan ini juga disebut zindik. Mereka bukan Islam.
IlahiyyunAntara bidang yang dikuasai danq dikaji oleh kaum ini adalah matematika, teknik, geografi, biologi, keTuhanan, politik, akhlak dan mantiq (logika). Mereka percaya akan keberadaan Tuhan.
Antara tokoh golongan ini adalah Socrates, muridnya Plato, dan murid Plato yaitu Aristoteles. Namun kaum Ilahiyyun ini terpecah pula kepada 2 kelompok. Menurut Imam Al-Ghazali, Aristoteles tidak menerima pendapat Plato dan Socrates, bahkan Aristoteles menganggap keduanya tidak bersih dan tetap dalam kekafiran dan bid'ah.
DI MANA IBNU SINA DAN AL-FARABI?Di mana letaknya Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mereka berada dalam kelompok ketiga karena merekalah yang paling banyak mencedok ilmu-ilmu Aristoteles. Jadi lanjutan tulisan ini akan dijuruskan kepada kaum Ilahiyyun saja.
Kata Imam Al-Ghazali: "... maka sewajarnyalah mereka (Socrates, Plato, Aristoteles dan para pengikut ajaran mereka) itu dianggap kafir, dan juga mengkafirkan pengikut-pengikut mereka dalam kalangan filsuf Islam seperti Ibnu Sina, Al-Farabi dan orang -orang seperti mereka. "
APAKAH YANG DIKAFIRKAN OLEH AL-GHAZALI?
Apakah Imam Al-Ghazali mengkufurkan keseluruhan pegangan kaum Ilahiyyun? Tentunya tidak. Ia hanya menolak hal-hal yang salah dan yang melemahkan saja. Ada 20 hal dasar dalam pegangan kaum ini yang ditolak oleh Imam Al-Ghazali. Pembahagiannya adalah seperti berikut:1. 3 hal yang wajib dikufurkan.2. 17 hal yang dibid'ahkan.
Pengisian kita selanjutnya akan terkonsentrasi pada 3 hal yang wajib dikafirkan saja, agar memenuhi kebutuhan pertanyaan (yaitu pada 'kafir').
Pertama - Tentang alam akhirat. Golongan ini percaya yang jasad tidak akan dihimpun kembali dengan ruh setelah kematian. Kenikmatan surga dan keazaban neraka itu juga bersifat rohani, bukan jasmani. Sedangkan menurut ajaran agama Islam, jasad kita akan berkumpul kembali dengan ruh di akhirat nanti, dan surga neraka itu dialami oleh rohani dan jasmani.
Kedua - Tuhan hanya mengetahui hal-hal yang bersifat umum, dan tidak mengetahui yang kecil-kecil. Hal ini juga berbeda dengan pegangan umat Islam yaitu Tuhan Maha Mengetahui segala hal.
"Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun sebesar partikel, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar." (Saba ': 3)
Ketiga - Mereka percaya alam ini qadim. Maksudnya alam ini sudah sedia ada sebagaimana Tuhan juga yang sudah ada sejak azali. Unsur-unsur awal yang menjadikan alam ini sudah ada bersama-sama Tuhan. Tuhan bukanlah Pencipta segala sesuatu karena ada material yang tidak diciptakan oleh Tuhan melainkan material itu sudah tersedia adanya.
Keyakinan umat Islam tentunya berbeda. Kita percaya alam ini bersifat baharu. Awalnya ia tidak ada, yang ada hanyalah Tuhan. Setelah Tuhan menciptakan alam ini, barulah alam ini ada. Alam tidak qadim. Yang qadim hanyalah Allah. Tuhan menciptakan segala sesuatu termasuk alam ini.
"Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan haq." (Al-An'am: 73)
"Dialah yang awal, dan yang akhir, yang zahir, yang batin." (Al-Hadid: 3)
Inilah tiga hal yang dikufurkan oleh Imam Al-Ghazali. Apakah dengan menolak 3 hal di atas, menjadikan seseorang itu bukan Islam? .......
APAKAH IBNU SINA DAN AL-FARABI MUSLIM?Kembali ke persoalan yang diajukan. Apakah Ibnu Sina dan Al-Farabi (atau siapa saja) masih dihitung Islam atau sudah bukan Islam (ketika mereka berpegang dengan 3 hal di atas SAJA, jika setelah itu mereka mengubah pendirian mereka sebelum meninggal dunia tanpa kita ketahui, tidaklah termasuk dalam pembicaraan kita hari ini)?
DALIL-DALIL KEMUSLIMAN MEREKA
Ibnu Sina dan Al-Farabi masih dalam kalangan orang-orang Islam. Antara argumen-argumennya:
Pertama - sefaham kita mereka mengakui dan meyakini Dua Kalimah Syahadah sampai ke hari mati mereka. WaAllahua'lam.
Kedua - Kita dianjurkan berpegang dengan saran mendahulukan sangka baik dibandingkan sangka buruk, selama ada ruang yang sesuai untuk bersangka baik.
Ketiga - Standar penggredan Imam Al-Ghazali biasanya lebih tinggi dari standar penggredan profesor-profesor lain. Misalnya, jika gred A membutuhkan nilai 80% pada pandangan ulama lain, gred A pada Imam Al-Ghazali mungkin 85%. Jadi "kafir" pada Imam Al-Ghazali tidak harus berarti seseorang itu telah keluar dari agama Islam.
Dalam kitab Ihya '' Ulumiddin, Imam Al-Ghazali mengatakan ilmu-ilmu jalan ke akhirat itu adalah ilmu mukasyafah dan ilmu mu'ammalah. Jika kita belajar ilmu hadits dan ilmu fiqh sekalipun, masih belum dihitung sebagai ilmu-ilmu jalan ke akhirat meskipun keduanya bersangkutan dengan akhirat juga. Hal ini menunjukkan standar penggredan Imam Al-Ghazali yang tinggi.
Keempat - Ibnu Sina dan Al-Farabi tetap beribadah, yaitu mengerjakan syariat Nabi Muhammad saw sampai ke akhir hayat mereka. Favorit Ibnu Sina arak untuk dapatkan "feel" dan berobat tidaklah menjadikan dia seorang bukan Islam (*melainkan berdosa).
Al-Ghazali menulis dalam Al-Munqiz:Tetapi ketika ditanya: "Mengapa kamu minum arak?"Lantas ia (filsuf) menjawab: "Dilarang minum arak itu karena dikhawatirkan membangkitkan perseteruan dan permusuhan. Tetapi aku dengan kepintaranku dapat menghindarkan hal tersebut. Sebaliknya aku bertujuan mempertajam lagi pikiranku. ""Sehingga Ibnu Sina sendiri telah menulis wasiatnya yang dia telah berjanji dengan Allah tentang hal-hal tersebut. Dia membesarkan hukum-hukum syara ', tidak mencuaikan ibadah-ibadah keagamaan. Dia minum arak sebagai obat dan bukan untuk bersantai-santai. Bahkan saat puncak keimanannya dan banyak bertasbih, dia tetap meminum arak dengan tujuan untuk berobat. "
Jelasnya Ibnu Sina menghalalkan arak untuk siapa yang mampu mengendalikan diri, lebih-lebih lagi jika arak itu membantu menguatkan pemikiran. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam.
DALIL-DALIL KETIDAKMUSLIMAN MEREKA
Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan Ibnu Sina dan Al-Farabi bukan Islam lagi? Saya tidak menafikan bahwa argumen-argumen kaum ini juga bagus-bagus.
Pertama - Allah yang disembah oleh umat Islam adalah Maha Mengetahui. Mustahil Allah tidak mengetahui (*walau satu perkara). Bila kaum ini menyembah sesuatu yang tidak Maha Mengetahui, artinya mereka sudah menyembah atau tersembah selain Allah. Menyembah selain Allah sebagai Tuhan, tentunya membuat mereka bukan Islam lagi.
Kedua - Allah yang disembah oleh umat Islam adalah Pencipta seluruh alam makhluk. Bila kaum ini menyembah sesuatu yang tidak menciptakan segala hal, maka sebenarnya mereka sedang menyembah selain Allah. Berabdi kepada selain Allah tentunya bukan Islam lagi.
Ketiga - Allah yang disembah oleh umat Islam bersifat qadim, dan hanya Dia saja yang qadim. Jika kita beri'tiqad bahwa ada sesuatu yang lain yang juga sama-sama bersifat qadim, juga sama-sama sedia ada sejak azali, hal ini sudah bertentangan dengan i'tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah. Maksudnya, Tuhan sudah ada saingan sejak azali. Tuhan tidak sendirian. Tuhan tidak Esa. Tuhan yang seperti itu tentunya tidak sesuai dengan Allah SWT yang disembah oleh umat Islam. Tuhan begitu sudah ada yang setara dengannya dari segi keazalian.
"Dan tidak ada suatu apa pun yang sebanding dengan-Nya." (Al-Ikhlas: 4)
Keempat - Dalam kitab Lisanul Mizan, Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan para ulama pada zaman Ibnu Sina dan Al-Farabi menghukum mereka sebagai kafir.
PENDAHULUAN
Seorang hamba Allah mengemukakan persoalan di bawah :
“Assalamualaikum..saya
ada 1 persoalan setelah membaca soal jawab ustaz di atas. Ustaz ada
menyatakan "Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqiz min adh-Dhalal
MENGKAFIRKAN Socrates, Plato dan Aristotle serta umat Islam yang
mengikut mereka seperti Ibnu Sina dan al-Farabi." Berdasarkan kenyataan
tersebut, adakah ini bermakna sarjana Islam yang terkenal dalam dunia
Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi adalah dari golongan orang-orang
bukn Islam keraan mereka mengikut Socrates, Plato dan Aristotle? Atau
mereka hanya mengikut dari segi pndangan ilmu tetapi tetap seorang
Islam? Boleh ustaz perjelaskan pada saya...?
(*Artikel ini boleh dibaca dalam Bahasa Melayu Indonesia... di bahagian bawah. Sesi soal jawab dna jawapannya juga ada di bawah)
SIAPAKAH AHLI-AHLI FALSAFAH?
Golongan
ahli falsafah ialah orang-orang yang mendakwa mereka ialah golongan
ahli logik dan membawa pendalilan secara logik. Mereka terdiri daripada
beberapa golongan, tetapi dalam kitab Al-Munqiz min Adh-Dhalal, Imam
Al-Ghazali membahagikan kesemuanya kepada 3 golongan iaitu:
1. Dahriyyun
2. Tabi’iyyun
3. Ilahiyyun
Dalam golongan manakah Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mari kita mengenali setiap golongan terlebih dahulu.
Dahriyyun
Mereka
menafikan kewujudan Tuhan. Mereka percaya alam ini terjadi dengan
sendirinya. Imam Al-Ghazali menyatakan mereka sebagai zindik. Maksudnya
mereka bukan Islam.
Tabi’iyyun
Banyak
mengkaji tentang manusia, haiwan dan tumbuh-tumbuhan. Hasil kajian
mereka menunjukkan adanya Pencipta kerana segala ciptaan itu dijadikan
begitu sempurna. Maksudnya mereka yakin kewujudan Tuhan. Namun begitu
mereka menafikan kebangkitan semula, hari akhirat, syurga, neraka,
Padang Mahsyar, hisab dan lain-lain. Mereka juga menolak konsep pahala
dan dosa. Bagi mereka tidak ada pahala dan dosa. Oleh itu mereka menjadi
hamba kepada hawa nafsu. Golongan ini juga disebut zindik. Mereka bukan
Islam.
Ilahiyyun
Antara
bidang yang dikuasai danq dikaji oleh golongan ini ialah matematik,
kejuruteraan, geografi, biologi, keTuhanan, politik, akhlak dan mantiq
(logik). Mereka percaya akan kewujudan Tuhan.
Antara
tokoh golongan ini ialah Socrates, muridnya Plato, dan murid Plato
iaitu Aristotle. Namun kaum Ilahiyyun ini terpecah pula kepada 2 puak.
Menurut Imam Al-Ghazali, Aristotle tidak menerima pendapat Plato dan
Socrates, malah Aristotle menganggap mereka berdua tidak bersih dan
masih kekal dalam kekufuran dan bid’ah.
DI MANA IBNU SINA DAN AL-FARABI?
Di
mana Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mereka berada dalam kelompok ketiga
kerana merekalah yang paling banyak mencedok ilmu-ilmu Aristotle. Jadi
lanjutan tulisan ini akan dijuruskan kepada kaum Ilahiyyun sahaja.
Kata Imam Al-Ghazali : “...maka
sewajarnyalah mereka (Socrates, Plato, Aristotle dan para pengikut
ajaran mereka) itu dianggap kafir, dan juga mengkafirkan
pengikut-pengikut mereka dalam kalangan ahli falsafah Islam seperti Ibnu
Sina, Al-Farabi dan orang-orang seperti mereka.”
APAKAH YANG DIKAFIRKAN OLEH AL-GHAZALI?
Adakah
Imam Al-Ghazali mengkufurkan keseluruhan pegangan kaum Ilahiyyun?
Tentunya tidak. Beliau hanya menolak perkara-perkara yang salah dan yang
melemahkan sahaja. Terdapat 20 perkara asas dalam pegangan kaum ini
yang ditolak oleh Imam Al-Ghazali. Pembahagiannya adalah seperti berikut
:
1. 3 perkara yang wajib dikufurkan.
2. 17 perkara yang dibid’ahkan.
Pengisian
kita selanjutnya akan tertumpu kepada 3 perkara yang wajib dikafirkan
sahaja, agar menepati kehendak soalan (iaitu tentang ‘kafir’).
Pertama
– Tentang alam akhirat. Golongan ini percaya yang jasad tidak akan
dihimpun semula dengan ruh selepas kematian. Kenikmatan syurga dan
keazaban neraka itu juga bersifat rohani, bukan jasmani. Sedangkan
menurut ajaran agama Islam, jasad kita akan berhimpun semula dengan ruh
di akhirat nanti, dan syurga neraka itu dialami oleh rohani dan jasmani.
Kedua
– Tuhan hanya mengetahui perkara-perkara yang bersifat umum, dan tidak
mengetahui perkara-perkara yang kecil-kecil. Hal ini juga berbeza dengan
pegangan umat Islam iaitu Tuhan Maha Mengetahui segala perkara.
“Tidak
ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun sebesar zarah, baik yang di
langit mahupun yang di bumi, yang lebih kecil daripada itu ataupun yang
lebih besar.” (Saba’ : 3)
Ketiga
– Mereka percaya alam ini qadim. Maksudnya alam ini sudah sedia ada
sebagaimana Tuhan yang sudah sedia ada sejak azali. Unsur-unsur awal
yang menjadikan alam ini sudah sedia ada bersama-sama Tuhan. Tuhan
bukanlah Pencipta segala sesuatu kerana ada benda yang tidak diciptakan
oleh Tuhan tetapi benda itu sudah sedia wujud.
Keyakinan
umat Islam tentunya berbeza. Kita percaya alam ini baharu. Pada asalnya
ia tidak ada, yang ada hanyalah Tuhan. Selepas Tuhan menciptakan alam
ini, barulah alam ini wujud. Alam tidak qadim. Yang qadim hanyalah
Allah. Tuhan menciptakan segala sesuatu termasuklah alam ini.
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan haq.” (Al-An’am : 73)
“Dialah yang awal, dan yang akhir, yang zahir, yang batin.” (Al-Hadid : 3)
Inilah
tiga perkara yang dikufurkan oleh Imam Al-Ghazali. Adakah dengan
menolak 3 perkara di atas, menjadikan seseorang itu bukan Islam? .......
ADAKAH IBNU SINA DAN AL-FARABI MUSLIM?
Berbalik
kepada persoalan yang dikemukakan. Adakah Ibnu Sina dan Al-Farabi (atau
sesiapa sahaja) masih dikira Islam ataupun sudah bukan Islam (ketika
mereka berpegang dengan 3 perkara di atas SAHAJA, sekiranya selepas itu
mereka mengubah pendirian mereka sebelum meninggal dunia tanpa kita
ketahui, tidaklah termasuk dalam perbincangan kita hari ini)?
Semua
orang ada pandangan tersendiri. Anda sendiri cuba buat penilaian.
Seandainya ada seseorang yang meyakini 3 perkara di atas, dia masih
Islam atau bukan? Contohnya orang itu menyebutkan (dan meyakini) bahawa :
1. “Selepas
kita mati nanti, jasad kita akan hancur dan lenyap. Di akhirat nanti,
yang dibangkitkan hanyalah ruh. Ruh itulah yang akan masuk syurga
ataupun neraka.”
2. “Bukan
semua perkara Allah tahu! Ada perkara-perkara yang Allah tidak tahu.
Dia tidak Maha Mengetahui. Tidak ada suatu apa pun yang bersifat Maha
Mengetahui.”
3. “Alam ini bukan Allah yang buat. Ia sudah siap-siap ada. Bukan semua benda Allah cipta. Ada benda yang Allah tidak cipta.”
Bagaimana? .......
HUJAH-HUJAH KEMUSLIMAN MEREKA
Ibnu Sina dan Al-Farabi masih dalam kalangan orang-orang Islam. Antara hujah-hujahnya :
Pertama – Sefaham kita mereka mengakui dan meyakini Dua Kalimah Syahadah sehinggalah ke hari mati mereka. WaAllahua’lam.
Kedua –
Kita digalakkan berpegang dengan saranan mendahulukan sangka baik
berbanding sangka buruk selagi ada ruang yang sesuai untuk bersangka
baik.
Ketiga
– Standard penggredan Imam Al-Ghazali biasanya lebih tinggi daripada
standard penggredan professor-profesor lain. Contohnya, jika gred A
memerlukan markah 80% pada pandangan ulama lain, gred A pada Imam
Al-Ghazali mungkin 85%. Jadi “kufur” pada Imam Al-Ghazali tidak
semestinya membawa maksud seseorang itu telah terkeluar daripada agama
Islam.
Dalam
kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam Al-Ghazali mengatakan ilmu-ilmu jalan ke
akhirat itu ialah ilmu mukasyafah dan ilmu mu’ammalah. Jika kita belajar
ilmu hadith dan ilmu fiqh sekalipun, masih belum dikira sebagai
ilmu-ilmu jalan ke akhirat walaupun kedua-duanya bersangkutan dengan
akhirat juga. Hal ini menunjukkan standard penggredan Imam Al-Ghazali
yang tinggi.
Keempat
– Ibnu Sina dan Al-Farabi kekal beribadah, iaitu mengerjakan syariat
Nabi Muhammad saw sehinggalah ke akhir hayat mereka. Kegemaran Ibnu Sina
meminum arak untuk dapatkan “feel” dan berubat tidaklah menjadikan dia
seorang bukan Islam.
Al-Ghazali menulis dalam Al-Munqiz :
Tetapi apabila ditanya : “Mengapa kamu minum arak?”
Lantas
ia (ahli falsafah) menjawab : “Dilarang minum arak itu kerana
dikhuatiri membangkitkan perseteruan dan permusuhan. Tetapi aku dengan
kebijaksanaanku dapat menghindarkan perkara tersebut. Sebaliknya aku
bertujuan mempertajamkan lagi fikiranku.”
“Sehinggakan
Ibnu Sina sendiri telah menulis wasiatnya yang dia telah berjanji
dengan Allah tentang perkara-perkara tersebut. Dia membesarkan
hukum-hukum syara’, tidak mencuaikan ibadat-ibadat keagamaan. Dia minum
arak sebagai ubat dan bukannya untuk berseronok-seronok. Bahkan semasa
kemuncak keimanannya dan sentiasa beribadat, dia tetap meminum arak
dengan tujuan untuk berubat.”
Jelasnya
Ibnu Sina menghalalkan arak bagi sesiapa yang mampu mengawal diri,
lebih-lebih lagi jika arak itu membantu menguatkan pemikiran. Hal ini
jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam.
HUJAH-HUJAH KETIDAKMUSLIMAN MEREKA
Bagaimana
dengan pandangan yang mengatakan Ibnu Sina dan Al-Farabi bukan Islam
lagi? Saya tidak nafikan hujah-hujah golongan ini juga bagus-bagus.
Pertama
- Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Dia Yang Maha Mengetahui.
Mustahil Allah tidak Maha Mengetahui. Apabila golongan ini menyembah
sesuatu yang tidak maha mengetahui, maksudnya mereka sudah menyembah
ataupun tersembah selain Allah. Menyembah selain daripada Allah sebagai
Tuhan, tentunya menjadikan mereka bukan Islam lagi.
Kedua
– Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Pencipta seluruh alam
makhluk. Apabila golongan ini menyembah sesuatu yang tidak menciptakan
segala perkara, maka sebenarnya mereka sedang menyembah selain Allah.
Berabdi kepada selain Allah tentunya bukan Islam lagi.
Ketiga
– Allah yang disembah oleh umat Islam bersifat qadim, dan hanya Dia
sahaja yang qadim. Jika kita beri’tiqad bahawa ada sesuatu yang lain
yang turut sama bersifat qadim, turut sama sedia ada sejak azali, hal
ini sudah bertentangan dengan i’tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah. Maksudnya
Tuhan sudah ada saingan sejak azali. Tuhan tidak bersendirian. Tuhan
tidak Esa. Tuhan yang sebegitu tidaklah bertepatan dengan Allah SWT yang
disembah oleh umat Islam. Tuhan sebegitu sudah ada yang setara
dengannya dari segi keazalian.
“Dan tidak ada suatu apa pun yang setanding dengan-Nya.” (Al-Ikhlas : 4)
Keempat
– Dalam kitab Lisanul Mizan, Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan
para ulama pada zaman Ibnu Sina dan Al-Farabi menghukum mereka sebagai
kafir.
KESIMPULAN
Ibnu
Sina dan Al-Farabi masih dalam agama Islam ataupun tidak, yang pastinya
kita jangan sesekali menerima pegangan-pegangan mereka yang nyata salah
di sisi agama Islam, sebagaimana yang dinyatakan di atas tadi.
Abu Zulfiqar
11 Oktober 2010
DALAM BAHASA MELAYU INDONESIA
PENDAHULUAN
Seorang hamba Allah mengajukan pertanyaan di bawah:
"Assalamualaikum .. saya ada 1 pertanyaan setelah membaca soal jawab ustadz . Ustadz ada menyatakan "Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqiz min adh-Dhalal mengkafirkan Socrates, Plato dan Aristoteles dan umat Islam yang menurut mereka seperti Ibnu Sina dan al-Farabi." Berdasarkan kenyataan tersebut, apakah ini berarti sarjana Islam yang terkenal dalam dunia Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi adalah dari golongan orang-orang bukan Islam oleh karena mereka menganut paham Socrates, Plato dan Aristoteles? Atau mereka hanya mengikuti paham tersebut hanya dari sudut ilmunya dan mereka masih tetap seorang Islam? Bisa ustaz perjelaskan pada saya ...?
SIAPAKAH PARA FILSUF?
Kaum filsuf adalah orang-orang yang mengklaim diri mereka adalah kaum ahli logika dan membawa pendalilan secara logika. Mereka terdiri dari beberapa golongan, tetapi dalam kitab Al-Munqiz min Adh-Dhalal, Imam Al-Ghazali membagi semuanya pada 3 kelompok yaitu:1. Dahriyyun2. Tabi'iyyun3. Ilahiyyun
Dalam golongan manakah Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mari kita mengenali setiap kaum.
Seorang hamba Allah mengajukan pertanyaan di bawah:
"Assalamualaikum .. saya ada 1 pertanyaan setelah membaca soal jawab ustadz . Ustadz ada menyatakan "Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqiz min adh-Dhalal mengkafirkan Socrates, Plato dan Aristoteles dan umat Islam yang menurut mereka seperti Ibnu Sina dan al-Farabi." Berdasarkan kenyataan tersebut, apakah ini berarti sarjana Islam yang terkenal dalam dunia Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi adalah dari golongan orang-orang bukan Islam oleh karena mereka menganut paham Socrates, Plato dan Aristoteles? Atau mereka hanya mengikuti paham tersebut hanya dari sudut ilmunya dan mereka masih tetap seorang Islam? Bisa ustaz perjelaskan pada saya ...?
SIAPAKAH PARA FILSUF?
Kaum filsuf adalah orang-orang yang mengklaim diri mereka adalah kaum ahli logika dan membawa pendalilan secara logika. Mereka terdiri dari beberapa golongan, tetapi dalam kitab Al-Munqiz min Adh-Dhalal, Imam Al-Ghazali membagi semuanya pada 3 kelompok yaitu:1. Dahriyyun2. Tabi'iyyun3. Ilahiyyun
Dalam golongan manakah Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mari kita mengenali setiap kaum.
DahriyyunMereka menafikan keberadaan Tuhan. Mereka percaya alam ini terjadi dengan sendirinya. Imam Al-Ghazali menyatakan mereka sebagai zindik. Maksudnya mereka bukan Islam.
Tabi'iyyunBanyak mempelajari tentang manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya Pencipta karena segala ciptaan itu dijadikan begitu sempurna. Maksudnya mereka yakin keberadaan Tuhan. Namun mereka membantah kebangkitan semula, hari akhirat, surga, neraka, Padang Mahsyar, hisab dan lain-lain. Mereka juga menolak konsep pahala dan dosa. Buat mereka tidak ada pahala dan dosa. Oleh itu mereka menjadi hamba kepada hawa nafsu. Golongan ini juga disebut zindik. Mereka bukan Islam.
IlahiyyunAntara bidang yang dikuasai danq dikaji oleh kaum ini adalah matematika, teknik, geografi, biologi, keTuhanan, politik, akhlak dan mantiq (logika). Mereka percaya akan keberadaan Tuhan.
Antara tokoh golongan ini adalah Socrates, muridnya Plato, dan murid Plato yaitu Aristoteles. Namun kaum Ilahiyyun ini terpecah pula kepada 2 kelompok. Menurut Imam Al-Ghazali, Aristoteles tidak menerima pendapat Plato dan Socrates, bahkan Aristoteles menganggap keduanya tidak bersih dan tetap dalam kekafiran dan bid'ah.
DI MANA IBNU SINA DAN AL-FARABI?Di mana letaknya Ibnu Sina dan Al-Farabi? Mereka berada dalam kelompok ketiga karena merekalah yang paling banyak mencedok ilmu-ilmu Aristoteles. Jadi lanjutan tulisan ini akan dijuruskan kepada kaum Ilahiyyun saja.
Kata Imam Al-Ghazali: "... maka sewajarnyalah mereka (Socrates, Plato, Aristoteles dan para pengikut ajaran mereka) itu dianggap kafir, dan juga mengkafirkan pengikut-pengikut mereka dalam kalangan filsuf Islam seperti Ibnu Sina, Al-Farabi dan orang -orang seperti mereka. "
APAKAH YANG DIKAFIRKAN OLEH AL-GHAZALI?
Apakah Imam Al-Ghazali mengkufurkan keseluruhan pegangan kaum Ilahiyyun? Tentunya tidak. Ia hanya menolak hal-hal yang salah dan yang melemahkan saja. Ada 20 hal dasar dalam pegangan kaum ini yang ditolak oleh Imam Al-Ghazali. Pembahagiannya adalah seperti berikut:1. 3 hal yang wajib dikufurkan.2. 17 hal yang dibid'ahkan.
Pengisian kita selanjutnya akan terkonsentrasi pada 3 hal yang wajib dikafirkan saja, agar memenuhi kebutuhan pertanyaan (yaitu pada 'kafir').
Pertama - Tentang alam akhirat. Golongan ini percaya yang jasad tidak akan dihimpun kembali dengan ruh setelah kematian. Kenikmatan surga dan keazaban neraka itu juga bersifat rohani, bukan jasmani. Sedangkan menurut ajaran agama Islam, jasad kita akan berkumpul kembali dengan ruh di akhirat nanti, dan surga neraka itu dialami oleh rohani dan jasmani.
Kedua - Tuhan hanya mengetahui hal-hal yang bersifat umum, dan tidak mengetahui yang kecil-kecil. Hal ini juga berbeda dengan pegangan umat Islam yaitu Tuhan Maha Mengetahui segala hal.
"Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun sebesar partikel, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar." (Saba ': 3)
Ketiga - Mereka percaya alam ini qadim. Maksudnya alam ini sudah sedia ada sebagaimana Tuhan juga yang sudah ada sejak azali. Unsur-unsur awal yang menjadikan alam ini sudah ada bersama-sama Tuhan. Tuhan bukanlah Pencipta segala sesuatu karena ada material yang tidak diciptakan oleh Tuhan melainkan material itu sudah tersedia adanya.
Keyakinan umat Islam tentunya berbeda. Kita percaya alam ini bersifat baharu. Awalnya ia tidak ada, yang ada hanyalah Tuhan. Setelah Tuhan menciptakan alam ini, barulah alam ini ada. Alam tidak qadim. Yang qadim hanyalah Allah. Tuhan menciptakan segala sesuatu termasuk alam ini.
"Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan haq." (Al-An'am: 73)
"Dialah yang awal, dan yang akhir, yang zahir, yang batin." (Al-Hadid: 3)
Inilah tiga hal yang dikufurkan oleh Imam Al-Ghazali. Apakah dengan menolak 3 hal di atas, menjadikan seseorang itu bukan Islam? .......
APAKAH IBNU SINA DAN AL-FARABI MUSLIM?Kembali ke persoalan yang diajukan. Apakah Ibnu Sina dan Al-Farabi (atau siapa saja) masih dihitung Islam atau sudah bukan Islam (ketika mereka berpegang dengan 3 hal di atas SAJA, jika setelah itu mereka mengubah pendirian mereka sebelum meninggal dunia tanpa kita ketahui, tidaklah termasuk dalam pembicaraan kita hari ini)?
Semua orang ada pandangan tersendiri. Anda sendiri mencoba buat penilaian. Seandainya ada seseorang yang meyakini 3 hal di atas, dia masih Islam atau bukan? Misalnya orang itu menyebutkan (dan meyakini) bahwa:1. "Setelah kita mati nanti, jasad kita akan hancur dan lenyap. Di akhirat nanti, yang dibangkitkan hanyalah ruh. Ruh itulah yang akan masuk surga atau neraka. "2. "Bukan semua hal diketahui Allah! Ada hal-hal yang Allah tidak tahu. Dia tidak Maha Mengetahui. Tidak ada suatu apa pun yang bersifat Maha Mengetahui. "3. "Alam ini bukan Allah yang bikin. Ia sudah siap-siap ada. Bukan semua benda Allah cipta. Ada benda yang Allah tidak cipta. "
Bagaimana? .......
Bagaimana? .......
DALIL-DALIL KEMUSLIMAN MEREKA
Ibnu Sina dan Al-Farabi masih dalam kalangan orang-orang Islam. Antara argumen-argumennya:
Pertama - sefaham kita mereka mengakui dan meyakini Dua Kalimah Syahadah sampai ke hari mati mereka. WaAllahua'lam.
Kedua - Kita dianjurkan berpegang dengan saran mendahulukan sangka baik dibandingkan sangka buruk, selama ada ruang yang sesuai untuk bersangka baik.
Ketiga - Standar penggredan Imam Al-Ghazali biasanya lebih tinggi dari standar penggredan profesor-profesor lain. Misalnya, jika gred A membutuhkan nilai 80% pada pandangan ulama lain, gred A pada Imam Al-Ghazali mungkin 85%. Jadi "kafir" pada Imam Al-Ghazali tidak harus berarti seseorang itu telah keluar dari agama Islam.
Dalam kitab Ihya '' Ulumiddin, Imam Al-Ghazali mengatakan ilmu-ilmu jalan ke akhirat itu adalah ilmu mukasyafah dan ilmu mu'ammalah. Jika kita belajar ilmu hadits dan ilmu fiqh sekalipun, masih belum dihitung sebagai ilmu-ilmu jalan ke akhirat meskipun keduanya bersangkutan dengan akhirat juga. Hal ini menunjukkan standar penggredan Imam Al-Ghazali yang tinggi.
Keempat - Ibnu Sina dan Al-Farabi tetap beribadah, yaitu mengerjakan syariat Nabi Muhammad saw sampai ke akhir hayat mereka. Favorit Ibnu Sina arak untuk dapatkan "feel" dan berobat tidaklah menjadikan dia seorang bukan Islam (*melainkan berdosa).
Al-Ghazali menulis dalam Al-Munqiz:Tetapi ketika ditanya: "Mengapa kamu minum arak?"Lantas ia (filsuf) menjawab: "Dilarang minum arak itu karena dikhawatirkan membangkitkan perseteruan dan permusuhan. Tetapi aku dengan kepintaranku dapat menghindarkan hal tersebut. Sebaliknya aku bertujuan mempertajam lagi pikiranku. ""Sehingga Ibnu Sina sendiri telah menulis wasiatnya yang dia telah berjanji dengan Allah tentang hal-hal tersebut. Dia membesarkan hukum-hukum syara ', tidak mencuaikan ibadah-ibadah keagamaan. Dia minum arak sebagai obat dan bukan untuk bersantai-santai. Bahkan saat puncak keimanannya dan banyak bertasbih, dia tetap meminum arak dengan tujuan untuk berobat. "
Jelasnya Ibnu Sina menghalalkan arak untuk siapa yang mampu mengendalikan diri, lebih-lebih lagi jika arak itu membantu menguatkan pemikiran. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam.
DALIL-DALIL KETIDAKMUSLIMAN MEREKA
Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan Ibnu Sina dan Al-Farabi bukan Islam lagi? Saya tidak menafikan bahwa argumen-argumen kaum ini juga bagus-bagus.
Pertama - Allah yang disembah oleh umat Islam adalah Maha Mengetahui. Mustahil Allah tidak mengetahui (*walau satu perkara). Bila kaum ini menyembah sesuatu yang tidak Maha Mengetahui, artinya mereka sudah menyembah atau tersembah selain Allah. Menyembah selain Allah sebagai Tuhan, tentunya membuat mereka bukan Islam lagi.
Kedua - Allah yang disembah oleh umat Islam adalah Pencipta seluruh alam makhluk. Bila kaum ini menyembah sesuatu yang tidak menciptakan segala hal, maka sebenarnya mereka sedang menyembah selain Allah. Berabdi kepada selain Allah tentunya bukan Islam lagi.
Ketiga - Allah yang disembah oleh umat Islam bersifat qadim, dan hanya Dia saja yang qadim. Jika kita beri'tiqad bahwa ada sesuatu yang lain yang juga sama-sama bersifat qadim, juga sama-sama sedia ada sejak azali, hal ini sudah bertentangan dengan i'tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah. Maksudnya, Tuhan sudah ada saingan sejak azali. Tuhan tidak sendirian. Tuhan tidak Esa. Tuhan yang seperti itu tentunya tidak sesuai dengan Allah SWT yang disembah oleh umat Islam. Tuhan begitu sudah ada yang setara dengannya dari segi keazalian.
"Dan tidak ada suatu apa pun yang sebanding dengan-Nya." (Al-Ikhlas: 4)
Keempat - Dalam kitab Lisanul Mizan, Syeikh Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan para ulama pada zaman Ibnu Sina dan Al-Farabi menghukum mereka sebagai kafir.
KESIMPULAN
Ibnu Sina dan Al-Farabi masih dalam agama Islam atau tidak, yang pastinya kita jangan sesekali menerima pegangan-pegangan mereka (Ibnu Sina dan Al-Farabi) yang nyata salah di sisi agama Islam, sebagaimana yang dinyatakan di atas tadi.
Ibnu Sina dan Al-Farabi masih dalam agama Islam atau tidak, yang pastinya kita jangan sesekali menerima pegangan-pegangan mereka (Ibnu Sina dan Al-Farabi) yang nyata salah di sisi agama Islam, sebagaimana yang dinyatakan di atas tadi.
Abu Zulfiqar
PERSOALAN YANG DIKEMUKAKAN KEPADA SAYA :
Saya jumpa ini di satu blog, saya serta disini untuk penilaian tuanhttp://pustakahilmi.blogspot.com/2010/06/beberapa-persoalan-tentang-ibnu-sina.html
Beberapa Persoalan Tentang Ibnu Sina dan Perubatan Ibnu Sina
Beberapa Persoalan Tentang Ibnu Sina dan Perubatan Ibnu Sina
1) Adakah Ibnu Sina minum arak ?
Jawapan : Isu ini timbul apabila Ibnu Sina – semasa menceritakan tentang sejarah hidup beliau – menyatakan bahawa beliau akan meminum segelas “syarab” apabila terasa mengantuk dan letih pada waktu malam. Hal ini menjadi kontro- versi apabila perkataan “syarab” tersebut diterjemahkan sebagai “wain” dalam bahasa Inggeris, sedangkan syarab yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina di sini ialah jus minuman yang memberi tenaga.
2) Adakah Ibnu Sina murtad sebelum meninggal dunia ?
Jawapan : Isu ini timbul apabila Ibnu Sina – semasa hampir meninggal dunia – dikatakan menyebut “pentadbir yang sedang mentadbir tubuhku telah lemah dalam pentadbirannya”. “Pentadbir” yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina di sini sebenarnya merujuk kepada sistem pertahanan tubuh badannya yang telah lemah dalam mengawal tubuhnya daripada serangan penyakit.
Bagaimanapun, oleh kerana perkataan “pentadbir” tersebut telah ditafsirkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai Allah s.w.t., maka kata-kata Ibnu Sina itu dianggap boleh merosakkan akidah seseorang. Justeru itu, ada pihak yang mencadangkan agar Ibnu Sina diisytiharkan sebagai kafir. Bagaimanapun, usaha tersebut gagal apabila ada ulama yang tidak bersetuju untuk mengkafirkan Ibnu Sina.
3) Adakah perubatan Ibnu Sina boleh dianggap sebagai perubatan Islam ?
Jawapan : Tujuan Ibnu Sina menulis kitab al-Qanun Fi al-Tibb adalah untuk digunapakai oleh semua golongan, sama ada orang-orang Islam, mahu pun bukan Islam. Oleh itu, dalam kitab tersebut terdapat juga kaedah rawatan dan ubat -ubatan yang bercanggah dengan Islam seperti penggunaan arak, najis haiwan, dan organ haiwan yang tidak halal.
Anggaplah perkara tersebut dinyatakan oleh Ibnu Sina untuk kegunaan orang- orang bukan Islam, dan sebagai orang Islam kita hendaklah memilih kaedah rawatan dan ubat-ubatan yang menepati kehendak syarak. Justeru itu, perubatan Ibnu Sina boleh dianggap sebagai perubatan Islam selagimana perubatan tersebut menepati kehendak syarak.
4) Adakah Perubatan Ibnu Sina masih relevan pada hari ini ?
Jawapan : Ya, perubatan Ibnu Sina masih relevan pada hari ini kerana perubatan ini masih dipraktikkan dengan jayanya, khususnya di India dan Pakistan. Di kedua-dua negara tersebut, perubatan Ibnu Sina diajar di beberapa buah universiti sehingga ke peringkat Doktor Falsafah (Ph.D), di samping mempunyai klinik, hospital, dan makmal farmasinya yang tersendiri.
Jawapan : Isu ini timbul apabila Ibnu Sina – semasa menceritakan tentang sejarah hidup beliau – menyatakan bahawa beliau akan meminum segelas “syarab” apabila terasa mengantuk dan letih pada waktu malam. Hal ini menjadi kontro- versi apabila perkataan “syarab” tersebut diterjemahkan sebagai “wain” dalam bahasa Inggeris, sedangkan syarab yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina di sini ialah jus minuman yang memberi tenaga.
2) Adakah Ibnu Sina murtad sebelum meninggal dunia ?
Jawapan : Isu ini timbul apabila Ibnu Sina – semasa hampir meninggal dunia – dikatakan menyebut “pentadbir yang sedang mentadbir tubuhku telah lemah dalam pentadbirannya”. “Pentadbir” yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina di sini sebenarnya merujuk kepada sistem pertahanan tubuh badannya yang telah lemah dalam mengawal tubuhnya daripada serangan penyakit.
Bagaimanapun, oleh kerana perkataan “pentadbir” tersebut telah ditafsirkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai Allah s.w.t., maka kata-kata Ibnu Sina itu dianggap boleh merosakkan akidah seseorang. Justeru itu, ada pihak yang mencadangkan agar Ibnu Sina diisytiharkan sebagai kafir. Bagaimanapun, usaha tersebut gagal apabila ada ulama yang tidak bersetuju untuk mengkafirkan Ibnu Sina.
3) Adakah perubatan Ibnu Sina boleh dianggap sebagai perubatan Islam ?
Jawapan : Tujuan Ibnu Sina menulis kitab al-Qanun Fi al-Tibb adalah untuk digunapakai oleh semua golongan, sama ada orang-orang Islam, mahu pun bukan Islam. Oleh itu, dalam kitab tersebut terdapat juga kaedah rawatan dan ubat -ubatan yang bercanggah dengan Islam seperti penggunaan arak, najis haiwan, dan organ haiwan yang tidak halal.
Anggaplah perkara tersebut dinyatakan oleh Ibnu Sina untuk kegunaan orang- orang bukan Islam, dan sebagai orang Islam kita hendaklah memilih kaedah rawatan dan ubat-ubatan yang menepati kehendak syarak. Justeru itu, perubatan Ibnu Sina boleh dianggap sebagai perubatan Islam selagimana perubatan tersebut menepati kehendak syarak.
4) Adakah Perubatan Ibnu Sina masih relevan pada hari ini ?
Jawapan : Ya, perubatan Ibnu Sina masih relevan pada hari ini kerana perubatan ini masih dipraktikkan dengan jayanya, khususnya di India dan Pakistan. Di kedua-dua negara tersebut, perubatan Ibnu Sina diajar di beberapa buah universiti sehingga ke peringkat Doktor Falsafah (Ph.D), di samping mempunyai klinik, hospital, dan makmal farmasinya yang tersendiri.
PENJELASAN SAYA :
Terima
kasih atas perkongsian maklumat. Tuan memetik 4 sandaran yang merupakan
pembelaan buat Ibnu Sina. Berdasarkan pemerhatian saya, hanya sandaran
pertama yang berkaitan dengan artikel yang saya tulis, dan secara tidak
langsung hanya 1 sandaran itulah yang berkaitan dengan isi kitab
Al-Munqiz min Adh-Dhalal karya Imam Al-Ghazali.
Perkara-perkara tersebut ialah:
1. Menafikan
yang Ibnu Sina minum arak. Ya, bahagian ini berkaitan dengan artikel
kerana Imam Al-Ghazali mengaitkan arak dengan Ibnu Sina. Tapi mestilah
kita ingat, persoalan arak hanyalah persoalan sampingan kerana ia hanya
melibatkan dosa, sedangkan persoalan utama yang dibentangkan oleh
Al-Ghazali ialah yang melibatkan aqidah iaitu Ibnu Sina percaya alam ini
qadim sebagaimana Tuhan (padahal alam tidak qadim, hanya Tuhan yang
qadim), Tuhan tidak Maha Mengetahui (padahal Tuhan Maha Mengetahui) dan
hanya ruh yang akan dibangkitkan (padahal ruh dan jasad yang akan
dibangkitkan). Petikan yang tuan bawa nampaknya tidak menyentuh ketiga-tiga persoalan pokok ini. Oleh itu saya akan ulaskan pembelaan pertama ini sahaja di bawah nanti.
2. Menafikan
yang Ibnu Sina murtad sebelum meninggal dunia. Imam Al-Ghazali dan
artikel saya tidak menyentuh sedikitpun hal ini. Bahkan saya sendiri
tidak tahu wujudnya tuduhan mengatakan Ibnu Sina murtad sebelum
meninggal. Jadi bahagian ini nampaknya tidak berkaitan dengan saya dan
artikel saya, maka saya tidak mengulas apa-apa.
3. Menafikan
bahawa Ibnu Sina menulis kitab kedoktorannya hanya untuk umat Islam.
Bahagian ini juga tidak disentuh oleh Al-Ghazali ataupun saya. Maka saya
tidak mengulas apa-apa.
4. Menafikan
yang perubatan Ibnu Sina sudah tidak relevan. Sama juga, bahagian ini
tidak disentuh oleh Al-Ghazali atau saya, maka tiada sebarang ulasan
untuknya.
Ringkasnya...
sandaran-sandaran ini tidaklah membela Ibnu Sina kecuali dalam kes
arak, sedangkan 3 isu aqidah tidak disentuh oleh sandaran-sandaran ini.
Sekarang kita berbalik kepada isu arak. Pembelaannya berbunyi sebegini :
“Isu
ini timbul apabila Ibnu Sina – semasa menceritakan tentang sejarah
hidup beliau – menyatakan bahawa beliau akan meminum segelas “syarab”
apabila terasa mengantuk dan letih pada waktu malam. Hal ini menjadi
kontro- versi apabila perkataan “syarab” tersebut diterjemahkan sebagai
“wain” dalam bahasa Inggeris, sedangkan syarab yang dimaksudkan oleh
Ibnu Sina di sini ialah jus minuman yang memberi tenaga.”
Pembelaan saya kepada Al-Ghazali pula berbunyi begini :
Pertama
: Imam Al-Ghazali tidak membaca karya Ibnu Sina dalam bahasa Inggeris.
Jadi tidak timbul isu perkataan “wine”. Al-Ghazali selaku ilmuwan bahasa
Arab yang kitab tafsir Qurannya sebanyak 40 jilid lebih memahami maksud
perkataan yang digunakan oleh Ibnu Sina. Takkanlah Al-Ghazali tidak
tahu beza antara jus buah-buahan dengan arak dalam bahasa Arab?
Kedua : Al-Ghazali menulis tentang Ibnu Sina dalam Al-Munqiz :
“Sehinggakan
Ibnu Sina sendiri telah menulis wasiatnya yang dia telah berjanji
dengan Allah tentang perkara-perkara tersebut. Dia membesarkan
hukum-hukum syara’, tidak mencuaikan ibadat-ibadat keagamaan. DIA MINUM
ARAK SEBAGAI UBAT dan BUKANNYA UNTUK BERSERONOK-SERONOK. Bahkan semasa
kemuncak keimanannya dan sentiasa beribadat, dia tetap meminum arak
dengan tujuan untuk berubat.”
Jadi Ibnu Sina sendiri mengatakan dirinya MINUM ARAK SEBAGAI UBAT dan BUKANNYA UNTUK BERSERONOK-SERONOK.
Sesuaikah jika kita gantikan perkataan “arak” dalam ayat itu kepada “jus buah”? Lihat hasilnya :
Ibnu Sina sendiri mengatakan dirinya MINUM JUS BUAH SEBAGAI UBAT dan BUKANNYA UNTUK BERSERONOK-SERONOK.
Jika
betul Ibnu Sina memaksudkan “jus buah”, apa pula gunanya dia menafikan
“BUKANNYA UNTUK BERSERONOK-SERONOK” di kemudiannya? Kan jelas di situ
bahawa yang dimaksudkan oleh Ibnu Sina ialah arak?
Abu Zulfiqar
PERSOALAN YANG DIAJUKAN KEPADA SAYA :
Salam Alexantherwathern..
Pandangan saya bahawa tidak patut di terbit tulisan sebegini...
Simpanlah perangi buruk dia..
manfaatkan ilmu dia untuk Umat...
Berapa banyak saintis dan cendeiakawan yang beriman dan bertaqwa bermula dengan menjadikan Ibnu Sina sebagai role Model...
Kalau di ikutkan ada juga tokoh2 Khalifah yang terlibat dalam Maksiat... tapi semua tu tak perlu didedahkan kerana Maksiat itu hanya berlaku dalam lingkungan mereka...
Pandangan saya bahawa tidak patut di terbit tulisan sebegini...
Simpanlah perangi buruk dia..
manfaatkan ilmu dia untuk Umat...
Berapa banyak saintis dan cendeiakawan yang beriman dan bertaqwa bermula dengan menjadikan Ibnu Sina sebagai role Model...
Kalau di ikutkan ada juga tokoh2 Khalifah yang terlibat dalam Maksiat... tapi semua tu tak perlu didedahkan kerana Maksiat itu hanya berlaku dalam lingkungan mereka...
PENJELASAN SAYA :
Wlksm Wxx xxx,
Saya hanya mengikut kaedah Al-Ghazali. Perkara yang boleh memudaratkan umat dan agama Islam hendaklah dimaklumkan. Hampir semua perkara yang saya tuliskan itu terdapat dalam kitab Imam Ghazali yang terkenal iaitu Al-Munqiz min Adh-Dhalal (Selamat Daripada Kesesatan ... lihat tajuknya pun sudah nampak ia barang serius yang mesti disebarkan, bukan untuk disimpan). Saya sangat sarankan agar tuan membaca dan meneliti isi kitab tersebut, di sana ada akhlak Imam Al-Ghazali yang dia mahu kita semua mencontohinya.
Dia yang lebih alim tasawufnya berbanding kita berpandangan tulisan sebegini mesti disebarkan. Jadi saya memohon maaf kerana lebih selesa mengikut jalannya berbanding jalan tuan... yang mengatakan : "Pandangan saya bahawa tidak patut di terbit tulisan sebegini..."
Tulisan sebegini juga tidak pernah bernada mengajak orang lain menolak semua 100% ilmu Ibnu Sina. Pegangan saya jelas, menerima apa sahaja yang baik dan berkesan daripada sesiapa sahaja, dan menolak apa yang melemahkan dan salah daripada sesiapa sahaja. Jadi tulisan ini lebih sesuai dikatakan sebagai membersihkan ilmu-ilmu Ibnu Sina agar hanya yang baik dan berkesan sahaja yang diterima dan disebarkan kepada generasi semasa dan seterusnya.
Ilmu dalam kepala tokoh-tokoh khalifah bermaksiat itu tidak membawa kemudaratan kepada kita umat manusia (kerana sebagaimana yang tuan katakan, ia berlangsung dalam persekitaran mereka), tapi ilmu dari Ibnu Sina diwariskan dari generasi ke generasi (yang berlangsung melampaui zaman dan tempat). Jauh berbeza anatara kedua-duanya.
Sebab itu Imam Al-Ghazali menyebarkan apa yang mesti kita tolak daripada Ibnu Sina, dia tidak menulis apa yang mesti kita tolak daripada khalifah-khalifah bermaksiat dalam Al-Munqiz.
Kata tuan :" Berapa banyak saintis dan cendeiakawan yang beriman dan bertaqwa bermula dengan menjadikan Ibnu Sina sebagai role Model..."
Kata-kata ini sendiri sudah membuktikan betapa luasnya pengaruh Ibnu Sina, dan ornag-orang seperti Al-Ghazali dan para pencontohnya mahu perjuangkan agar yang di'role model'kan daripada Ibnu Sina hanyalah yang selaras dengan agama Islam sahaja. Yang tidak selaras mestilah ditapis. Inilah usaha yang kami lakukan.
Sebab itulah saya sangat sarankan agar tuan membaca dan MENELITI kitab Al-Munqiz terlebih dahulu sebelum menidakkan usaha sebegini. Ramai orang yang pada asalnya berpandangan seperti tuan (termasuklah saya sendiri dahulunya), tapi apabila meneliti betul-betul untuk "Selamat Daripada Kesesatan" karya Al-Ghazali, pandangan mereka berubah jauh. Sememangnya kita semua manusia yang lemah, dan sering menolak sesuatu yang tidak kita tahu, sekalipun ianya kebenaran. WaAllahua'lam.
Saya hanya mengikut kaedah Al-Ghazali. Perkara yang boleh memudaratkan umat dan agama Islam hendaklah dimaklumkan. Hampir semua perkara yang saya tuliskan itu terdapat dalam kitab Imam Ghazali yang terkenal iaitu Al-Munqiz min Adh-Dhalal (Selamat Daripada Kesesatan ... lihat tajuknya pun sudah nampak ia barang serius yang mesti disebarkan, bukan untuk disimpan). Saya sangat sarankan agar tuan membaca dan meneliti isi kitab tersebut, di sana ada akhlak Imam Al-Ghazali yang dia mahu kita semua mencontohinya.
Dia yang lebih alim tasawufnya berbanding kita berpandangan tulisan sebegini mesti disebarkan. Jadi saya memohon maaf kerana lebih selesa mengikut jalannya berbanding jalan tuan... yang mengatakan : "Pandangan saya bahawa tidak patut di terbit tulisan sebegini..."
Tulisan sebegini juga tidak pernah bernada mengajak orang lain menolak semua 100% ilmu Ibnu Sina. Pegangan saya jelas, menerima apa sahaja yang baik dan berkesan daripada sesiapa sahaja, dan menolak apa yang melemahkan dan salah daripada sesiapa sahaja. Jadi tulisan ini lebih sesuai dikatakan sebagai membersihkan ilmu-ilmu Ibnu Sina agar hanya yang baik dan berkesan sahaja yang diterima dan disebarkan kepada generasi semasa dan seterusnya.
Ilmu dalam kepala tokoh-tokoh khalifah bermaksiat itu tidak membawa kemudaratan kepada kita umat manusia (kerana sebagaimana yang tuan katakan, ia berlangsung dalam persekitaran mereka), tapi ilmu dari Ibnu Sina diwariskan dari generasi ke generasi (yang berlangsung melampaui zaman dan tempat). Jauh berbeza anatara kedua-duanya.
Sebab itu Imam Al-Ghazali menyebarkan apa yang mesti kita tolak daripada Ibnu Sina, dia tidak menulis apa yang mesti kita tolak daripada khalifah-khalifah bermaksiat dalam Al-Munqiz.
Kata tuan :" Berapa banyak saintis dan cendeiakawan yang beriman dan bertaqwa bermula dengan menjadikan Ibnu Sina sebagai role Model..."
Kata-kata ini sendiri sudah membuktikan betapa luasnya pengaruh Ibnu Sina, dan ornag-orang seperti Al-Ghazali dan para pencontohnya mahu perjuangkan agar yang di'role model'kan daripada Ibnu Sina hanyalah yang selaras dengan agama Islam sahaja. Yang tidak selaras mestilah ditapis. Inilah usaha yang kami lakukan.
Sebab itulah saya sangat sarankan agar tuan membaca dan MENELITI kitab Al-Munqiz terlebih dahulu sebelum menidakkan usaha sebegini. Ramai orang yang pada asalnya berpandangan seperti tuan (termasuklah saya sendiri dahulunya), tapi apabila meneliti betul-betul untuk "Selamat Daripada Kesesatan" karya Al-Ghazali, pandangan mereka berubah jauh. Sememangnya kita semua manusia yang lemah, dan sering menolak sesuatu yang tidak kita tahu, sekalipun ianya kebenaran. WaAllahua'lam.
ANAKSEDARAMB MENULIS :
Ibnu Sina, Al Farabi dan yang lain lain, kebanyakan mereka adalah dari lorong sufi.
Jadi aku nak bertanya secara langsung pada Alexander .
Kamu wahabi?
Wassalam.
Jadi aku nak bertanya secara langsung pada Alexander .
Kamu wahabi?
Wassalam.
PENJELASAN SAYA :
Baca artikel ke tidak ni tuan?
Imam Al-Ghazali yang kata Ibnu Sina dan Al-Farabi kafir, bukan saya.
Jadi saya juga bertanya kepada tuan... adakah Imam Ghazali wahabi?
Jika tuan hukumkan Al-Ghazali sebagai Wahabi, maka Wahabilah saya, kerana saya mengikut Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali yang kata Ibnu Sina dan Al-Farabi kafir, bukan saya.
Jadi saya juga bertanya kepada tuan... adakah Imam Ghazali wahabi?
Jika tuan hukumkan Al-Ghazali sebagai Wahabi, maka Wahabilah saya, kerana saya mengikut Imam Al-Ghazali.
Wassalam.
TULISAN KEPADA SAYA :
Benda yang kecil diperbesarkan untuk merugikan umat Islam. Berhati-hatilah.
PENJELASAN SAYA :
Sekiranya
hal ehwal aqidah kita katakan "benda yang kecil"... apa lagi hal yang
lebih besar daripada aqidah? Tuan boleh rujuk semula tulisan saya di
atas... bahagian aqidahnya saya paste semula di sini:
MULA ...
Pertama - Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Dia Yang Maha Mengetahui. Mustahil Allah tidak Maha Mengetahui. Apabila golongan ini menyembah sesuatu yang tidak maha mengetahui, maksudnya mereka sudah menyembah ataupun tersembah selain Allah. Menyembah selain daripada Allah sebagai Tuhan, tentunya menjadikan mereka bukan Islam lagi.
Kedua – Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Pencipta seluruh alam makhluk. Apabila golongan ini menyembah sesuatu yang tidak menciptakan segala perkara, maka sebenarnya mereka sedang menyembah selain Allah. Berabdi kepada selain Allah tentunya bukan Islam lagi.
Ketiga – Allah yang disembah oleh umat Islam bersifat qadim, dan hanya Dia sahaja yang qadim. Jika kita beri’tiqad bahawa ada sesuatu yang lain yang turut sama bersifat qadim, turut sama sedia ada sejak azali, hal ini sudah bertentangan dengan i’tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah. Maksudnya Tuhan sudah ada saingan sejak azali. Tuhan tidak bersendirian. Tuhan tidak Esa. Tuhan yang sebegitu tidaklah bertepatan dengan Allah SWT yang disembah oleh umat Islam. Tuhan sebegitu sudah ada yang setara dengannya dari segi keazalian.
“Dan tidak ada suatu apa pun yang setanding dengan-Nya.” (Al-Ikhlas : 4)
TAMAT ...
Yang saya perhatikan, kes minum arak lebih dipertikaikan berbanding aqidah di ‘thread’ ini. Adakah isu arak lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah berbanding aqidah?
Padahal dalam kitab Al-Munqiz karya Imam Al-Ghazali itu, persoalan arak Ibnu Sina diletakkan di hujung, dekat-dekat hendak habis kitab dah. Sedangkan 3 perkara pokok aqidah di atas yang ditolaknya daripada pegangan Ibnu Sina diletakkan di awal.
Pada saya, isu aqidah bukan perkara kecil. WaAllahua'alam.
MULA ...
Pertama - Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Dia Yang Maha Mengetahui. Mustahil Allah tidak Maha Mengetahui. Apabila golongan ini menyembah sesuatu yang tidak maha mengetahui, maksudnya mereka sudah menyembah ataupun tersembah selain Allah. Menyembah selain daripada Allah sebagai Tuhan, tentunya menjadikan mereka bukan Islam lagi.
Kedua – Allah yang disembah oleh umat Islam ialah Pencipta seluruh alam makhluk. Apabila golongan ini menyembah sesuatu yang tidak menciptakan segala perkara, maka sebenarnya mereka sedang menyembah selain Allah. Berabdi kepada selain Allah tentunya bukan Islam lagi.
Ketiga – Allah yang disembah oleh umat Islam bersifat qadim, dan hanya Dia sahaja yang qadim. Jika kita beri’tiqad bahawa ada sesuatu yang lain yang turut sama bersifat qadim, turut sama sedia ada sejak azali, hal ini sudah bertentangan dengan i’tiqad Ahli Sunnah wal Jamaah. Maksudnya Tuhan sudah ada saingan sejak azali. Tuhan tidak bersendirian. Tuhan tidak Esa. Tuhan yang sebegitu tidaklah bertepatan dengan Allah SWT yang disembah oleh umat Islam. Tuhan sebegitu sudah ada yang setara dengannya dari segi keazalian.
“Dan tidak ada suatu apa pun yang setanding dengan-Nya.” (Al-Ikhlas : 4)
TAMAT ...
Yang saya perhatikan, kes minum arak lebih dipertikaikan berbanding aqidah di ‘thread’ ini. Adakah isu arak lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah berbanding aqidah?
Padahal dalam kitab Al-Munqiz karya Imam Al-Ghazali itu, persoalan arak Ibnu Sina diletakkan di hujung, dekat-dekat hendak habis kitab dah. Sedangkan 3 perkara pokok aqidah di atas yang ditolaknya daripada pegangan Ibnu Sina diletakkan di awal.
Pada saya, isu aqidah bukan perkara kecil. WaAllahua'alam.
Comments
Post a Comment