Skip to main content

Penonaktifan Novel Baswedan

https://news.detik.com/berita/d-5567233/dendam-pribadi-firli-di-balik-penonaktifan-novel-baswedan-cs
Jakarta -

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mensinyalir ada dendam pribadi Komisaris Jenderal Firli Bahuri di balik penonaktifan 75 pegawai KPK. Sebab, beberapa nama yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) itu pernah menuntut agar Firli diperiksa karena diduga melanggar kode etik KPK. Mereka juga diketahui pernah mengkritik dan berbeda pendapat dengan Firli.

"Jadi, begitu Pak Firli masuk ke KPK, beberapa orang yang menyapanya langsung dituding sebagai orang yang pernah ikut mendemo dirinya," kata Feri kepada tim Blak-blakan detikcom, Selasa (11/5/2021).
Baca juga:
ICW: Singkirkan Novel Baswedan dkk, Misi Utama Pimpinan KPK Berhasil

Dendam pribadi itu dikemas lewat TWK dengan pertanyaan-pertanyaan yang absurd, menyalahi aturan, dan melecehkan agama. Tapi Firli Bahuri tidak peduli atas semua itu. "Bagi saya, Pak Firli ini adalah boneka yang digerakkan oleh banyak orang untuk menghantam 75 orang ini," tegas Feri Amsari.


Untuk diketahui, sebelum dilantik sebagai Ketua KPK pada 20 Desember 2019, Firli pernah menjabat Deputi Penindakan di KPK pada April 2018-Juni 2019. Saat itulah dia diduga melakukan pelanggaran etik berat di KPK, yakni bertemu dengan pihak yang terseret perkara korupsi, bertemu pimpinan parpol, hingga menjemput wakil ketua BPK dan menerima di ruangannya.

Saat menjalani uji kompetensi dan kepatutan di DPR, Firli pernah menjelaskan semua hal itu dan diterima. Buktinya Firli mendapat dukungan suara terbanyak untuk memimpin KPK.

Menurut Feri Amsari, 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK itu justru yang selama ini paling berintegritas dan profesional dalam mengemban tugas pemberantasan korupsi. Feri membagi mereka ke dalam tiga klaster, yakni Ketua Satgas atau pemimpin lapangan, seperti Novel Baswedan, Yudi Purnomo, dan Harun Al Rasyid, yang baru saja memimpin OTT Bupati Nganjuk.

Klaster kedua adalah anggota satgas yang banyak menangani kasus besar dan korupsi yang melibatkan partai politik atau tokoh tertentu. Juga ada figur-figur pembuat kebijakan internal maupun eksternal yang betul-betul membantu upaya pemberantasan korupsi, baik itu berupa pencegahan atau upaya penindakan.
Baca juga:
KPK Sebut Novel Baswedan dkk Diminta Serahkan Tugas, Bukan Dinonaktifkan

"Mereka yang ada di tiga kluster tersebut selama ini sangat ditakuti para koruptor. Sebab, mereka sangat aktif dalam upaya operasi tangkap tangan. Mereka dinilai lihai untuk menemukan celah dan mencari jalan tikus agar para koruptor bisa ditemukan," papar master ilmu hukum lulusan William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat, itu.

Pada bagian lain, Feri Amsari membeberkan tiga masalah di balik keputusan pimpinan KPK menonaktifkan mereka yang dinyatakan tak lulus TKW itu. Dia juga menyatakan idealnya Presiden Jokowi menegur pimpinan KPK terkait huru-hara ini. Selengkapnya, saksikan Blak-blakan Feri Amsari, 'Novel Baswedan cs Digusur dari KPK', Rabu (12/5/2021).

Comments

Popular posts from this blog

The Difference Between LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition (#31313) and LEGO MINDSTORMS Education EV3 (#45544)

http://robotsquare.com/2013/11/25/difference-between-ev3-home-edition-and-education-ev3/ This article covers the difference between the LEGO MINDSTORMS EV3 Home Edition and LEGO MINDSTORMS Education EV3 products. Other articles in the ‘difference between’ series: * The difference and compatibility between EV3 and NXT ( link ) * The difference between NXT Home Edition and NXT Education products ( link ) One robotics platform, two targets The LEGO MINDSTORMS EV3 robotics platform has been developed for two different target audiences. We have home users (children and hobbyists) and educational users (students and teachers). LEGO has designed a base set for each group, as well as several add on sets. There isn’t a clear line between home users and educational users, though. It’s fine to use the Education set at home, and it’s fine to use the Home Edition set at school. This article aims to clarify the differences between the two product lines so you can decide which...

Let’s ban PowerPoint in lectures – it makes students more stupid and professors more boring

https://theconversation.com/lets-ban-powerpoint-in-lectures-it-makes-students-more-stupid-and-professors-more-boring-36183 Reading bullet points off a screen doesn't teach anyone anything. Author Bent Meier Sørensen Professor in Philosophy and Business at Copenhagen Business School Disclosure Statement Bent Meier Sørensen does not work for, consult to, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and has no relevant affiliations. The Conversation is funded by CSIRO, Melbourne, Monash, RMIT, UTS, UWA, ACU, ANU, ASB, Baker IDI, Canberra, CDU, Curtin, Deakin, ECU, Flinders, Griffith, the Harry Perkins Institute, JCU, La Trobe, Massey, Murdoch, Newcastle, UQ, QUT, SAHMRI, Swinburne, Sydney, UNDA, UNE, UniSA, UNSW, USC, USQ, UTAS, UWS, VU and Wollongong. ...

Logic Analyzer with STM32 Boards

https://sysprogs.com/w/how-we-turned-8-popular-stm32-boards-into-powerful-logic-analyzers/ How We Turned 8 Popular STM32 Boards into Powerful Logic Analyzers March 23, 2017 Ivan Shcherbakov The idea of making a “soft logic analyzer” that will run on top of popular prototyping boards has been crossing my mind since we first got acquainted with the STM32 Discovery and Nucleo boards. The STM32 GPIO is blazingly fast and the built-in DMA controller looks powerful enough to handle high bandwidths. So having that in mind, we spent several months perfecting both software and firmware side and here is what we got in the end. Capturing the signals The main challenge when using a microcontroller like STM32 as a core of a logic analyzer is dealing with sampling irregularities. Unlike FPGA-based analyzers, the microcontroller has to share the same resources to load instructions from memory, read/write th...